Kamis, 30 Juli 2009

Sukses Berkat Modal Nekat & Tekad

Minggu, 10 Mei 2009 02:19
Perubahan itu perlu. Begitulah slogan iklan politik yang sering kita dengar belakangan ini. Ternyata, slogan ini telah dipegang teguh oleh Sutarjo sejak belasan tahun silam. Bosan dengan kehidupan sebagai nelayan selama 12 tahun, pria kelahiran 1968 ini mencoba mengadu nasib di Jakarta.

Saat merantau ke Ibukota, Sutarjo mengaku tidak mempunyai keahlian namun tekad dan kenekatan untuk memperbaiki kehidupan telah membulatkan niatnya. Sutarjo juga ingin menepis anggapan bahwa tidak semua orang yang tidak mempunyai keahlian khusus akan menjadi gelandangan atau bernasib buruk di belantara Jakarta.

BK/SYARIF
Tak tanggung-tanggung, pada 1990-an, pria berkulit legam ini langsung memboyong anak dan istrinya ke Jakarta. Begitu tiba di Jakarta, keluarga yang semula menetap di Pacitan, Jawa Timur ini menghuni kontrakan sempit di kawasan Kreo, Ciledug. Uang sewa Rp7.000 per bulan, saat itu, cukup memberatkan karena Sutarjo belum bekerja namun semangatnya tak pernah luntur.

Kegigihan mencari pekerjaan apa saja membuahkan hasil. Tidak lama kemudian, dia mendapatkan pekerjaan di Ciputat sebagai petugas cleaning service. “Gaji dari pekerjaan pertama saya itu jauh dari cukup,” ujarnya tanpa menyebut nilai nominal.

Sutarjo tak menyerah. Pekerjaan ini dilakoni dengan penuh semangat demi anak dan istri. Dia bahkan terpaksa berhemat dengan berjalan kaki dari Kreo ke Ciputat. “Semua itu saya lakukan untuk berhemat,” kenangnya.

Memasuki bulan kedua, dia mulai mempertimbangkan pekerjaan itu. Dia tidak ingin selamanya menjadi petugas kebersihan. Sutarjo pun membulatkan tekad. Dia memutuskan berhenti dari pekerjaan itu. Uang hasil bekerja selama dua bulan digunakan untuk membeli gerobak. Semula, Sutarjo ingin berdagang sayur keliling kampung. “Usaha itu hanya berjalan dua bulan karena saya mendapat panggilan menjadi satpam. Kami pun pindah ke Kampung Rawa,” tuturnya.

Toh, suami dari Triyati ini merasa belum puas. Kehidupannya belum juga membaik karena gaji yang diterima tidak cukup untuk menopang kehidupan. Untuk menyambung hidup hingga sebulan, Sutarjo sesekali memberanikan diri meminta kayu dari toko bangunan di depan tempat kerjanya. “Kayu kaso itu saya buat bangunan sederhana untuk membuka usaha kios rokok, yang kemudian berkembang jadi warteg,” katanya.

Sayang, krisis moneter menerpa. Sutarjo sempat putus asa. Dalam kebingunan itu, dia kembali menelisik asal-usulnya sebagai nelayan. Sutarjo pun memberanikan diri membuka rumah makan berbahan baku ikan. Kini, dia telah memetik hasil dari usaha rumah makan ini. “Alhamdulillah, sekarang saya punya puluhan karyawan,” katanya. O rif
sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar