Minggu, 05 Juli 2009

Iwan Tirta - Pelestari Batik Asli Indonesia

Rabu, 23-Januari-2008; 14:41:34 WIB

Oleh : Team Andriewongso.com

Jika beberapa waktu lalu kita merasa tidak nyaman dengan pengakuan negara tetangga kita,
Malaysia, atas kepemilikan budaya asli kita. Maka, yang pantas kita tanyai sebenarnya adalah
diri kita sendiri. Sudah seberapa cintakah kita pada produk asli negeri ini. Batik misalnya. Hal ini
diungkap oleh seorang desainer dan pelestari seni batik asli Indonesia, Iwan Tirta. Perancang
busana batik yang karyanya sudah dipakai oleh banyak petinggi dunia ini mengatakan bahwa
sebenarnya justru kitalah yang kurang maksimal dalam mengenalkan seni batik ini ke dunia
internasional.
Iwan Tirta yang bernama asli Nusjirwan Tirtaamidjaja ini memang tak asal bicara. Pengusaha
dan perancang busana batik nasional ini menemukan fakta bahwa kita kurang maksimal dalam
mempromosikan produk kita sendiri. "Sekarang Malaysia ke mana-mana mengaku batik
sebagai milik mereka. Itu karena kita tidak punya kemampuan public relations," kata penerima
Anugerah Kebudayaan 2004 kategori individu peduli tradisi ini. Karena itu, pria yang sebenarnya
justru mendalami bidang hukum-Iwan adalah lulusan sekolah Hukum di Yale University
Amerika-ini kemudian justru memilih batik sebagai jalan hidupnya. Keprihatinannya yang
mendalam membuat ia lantas melakukan penelitian seni batik nusantara dan lantas mendirikan
perusahaan batik PT Ramacraft.
Sebenarnya, ketika kecil, Iwan malah bercita-cita menjadi diplomat. Karena itulah ia mengambil
sekolah di Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, dan lulus pada 1958. Ia pun kemudian
sempat menjadi dosen bidang Hukum Internasional. Untuk memperdalam ilmunya, Iwan lantas
menempuh pendidikan ke London di School of Economics and School of Oriental and African
Studies. Merasa belum cukup, ia kemudian mengambil gelar Master ke salah satu universitas
terbaik dunia, Yale University di Connecticut, Amerika. Saat itulah, ia sering mendapat
pertanyaan tentang budaya Indonesia yang kemudian membuat Iwan makin tertarik untuk
mempelajari budaya Indonesia.
Sejak saat itu, demi mengetahui ragam kekayaan budaya Indonesia, ia makin mencintai budaya
tanah leluhur. Hal ini diperkuat saat ia menerima hibah dana dari John D Rockefeller III untuk
mempelajari tarian keraton Kesunanan Surakarta. Di sanalah Iwan memutuskan mendalami
batik dan bertekad mendokumentasi serta melestarikan batik. Hasil penelitiannya ia simpulkan
dalam bukunya yang pertama, Batik, Patterns and Motifs pada tahun 1966.
Keprihatinannya akan budaya batik yang justru makin tergerus oleh mode dari luar, membuat
Iwan kemudian bertekad untuk mengenalkan batik ke dunia internasional. Dengan bendera PT
Ramacraft-nya, ia berhasil melebarkan cabang perusahaannya ke beberapa kota, dengan
produksi sekitar 3.000 meter per bulan. ''Batik tulis memang tidak dapat diproduksi secara
besar- besaran, karena membutuhkan tenaga dan kehalusan cita rasa,'' katanya. Selain itu, ia
memproduksi berbagai macam barang souvenir khas dengan motif batik yang telah dijual
hingga ke manca negara.
Kepekaan seni dan pergaulannya yang luas dengan berbagai kalangan dari Timur dan Barat,
membuat Iwan Tirta mampu membawa batik menjadi busana yang diterima bukan hanya di
dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Tiga puluh tahun kemudian, pemahaman dan
pengalamannya tentang batik yang semakin matang ia tuangkan dalam bukunya Batik, A Play
of Light and Shades (1996).
Perjuangan Iwan mengenalkan batik asli Indonesia ke luar negeri juga mendapat apresiasi dari
berbagai kalangan. Bahkan, hampir semua pejabat tinggi negara di dunia yang datang ke
Indonesia, sudah pernah mengenakan rancangan batik Iwan. Kini, dengan usaha keras, meski
tak sempat jadi diplomat seperti impian masa kecilnya, Iwan justru telah mampu
mengharumkan nama bangsa sebagai ''duta batik'' Indonesia ke dunia.
Kecintaan pada budaya asli Indonesia terbukti telah menjadi jalan sukses Iwan Tirta. Tak hanya
itu, ia juga berhasil mengharumkan nama bangsa dengan berbagai rancangan batik karyanya.
Iwan menjadi contoh bahwa hanya dengan tindakan nyata, kita bisa "bicara" di dunia
internasional. Karena itu, daripada hanya sekadar mengutuk atau merasa resah terhadap klaim
bangsa lain atas produk bangsa, akan jauh lebih baik jika kita mampu bertindak nyata, seperti
yang dicontohkan Iwan Tirta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar