Minggu, 09 Agustus 2009

Membangun Bisnis Berdasarkan Ikatan Kekeluargaan

Thursday, 04 October 2007

Ketiga kakak beradik, Himawan Edi dan Susi mencoba membangun bisnis bersama lewat hobi dan persaudaraan. Meski baru berusia muda, perusahaan yang dibangun tersebut melejit dan sukses menggaet customer.

Pernahkah Anda mengenal perusahaan jasa angkutan darat AKAS? Saya yakin sebagian besar pembaca majalah ini mengenalnya. Perusahaan bis yang berpusat di Probolinggo, Jatim ini termasuk salah perusahaan otobis terbesar di Tanah Indonesia dengan jumlah armada ribuan bus yang melayani rute dari Jakarta hingga Denpasar. AKAS demikian populernya di Jatim, sehingga telah menjadi ikon bisnis kota pantai tersebut. AKAS didirikan oleh empat kakak beradik yang memiliki hobi sama yakni berbisnis angkutan darat. Lewat tangan-tangan trampil mereka, bisnis yang telah digeluti puluhan tahun ini tumbuh dan berkembang dengan besar.

Kita tidak membicarakan tentang AKAS. Perusahaan itu adalah salah satu contoh keberhasilan bisnis yang dilakukan oleh kakak beradik. Selain AKAS, masih banyak contoh keberhasilan yang dibangun berdasarkan ikatan kekerabatan. Namun, banyak perusahaan yang dibangun oleh saudara atau kakak beradik, akhirnya kandas sebelum perusahaan itu berkembang besar.

Himawan, Susi dan Edi Surya Samudra, ketiga pebisnis muda yang mencoba membangun sebuah bisnis berdasarkan ikatan kekeluargaan. Ketiga kakak beradik tersebut memiliki hobi yang sama yakni traveling. Dari hobi inilah kemudian ketiganya sepakat membuat bisnis agency dan ticketing. Dengan dibantu oleh salah satu adik iparnya, Novi Arie, mereka sepakat membeli TX Travel, salah satu waralaba travel terkemuka di Tanah Air.
Sebelum terjun ke bisnis agency, baik Himawan, Susi dan Edi telah memiliki bisnis sendiri-sendiri. Susi, memiliki bisnis toko pakaian. Himawan, trading dan Edi supplier. Lalu, mereka sepakat membuat bisnis yang sesuai dengan hobi mereka. Dengan modal patungan, masing-masing memiliki saham yang sama, mereka membeli waralaba TX Travel dan membuka gerai di Plaza Semanggi, Jakarta Selatan.
Edi, mengurusi masalah operasionalisasi perusahaan. Sedangkan Susi di bagian keuangan. Himawan dan Novi bagian marketing. Novi, yang memiliki jaringan luas dilibatkan dalam bisnis ini. Sebelumnya, dia pernah bekerja sebagai tourist guide.

TX Travel Plaza Semanggi, belum berjalan dua tahun. Namun, ditangan ketiga bersaudara ini cukup pesat perkembangannya. Customernya beragam, mulai dari karyawan kantor dan professional, mahasiswa hingga ibu-ibu arisan. “Pernah ada sekelompok ibu-ibu yang memesan beberapa tiket untuk kapal pesiar,” kata Novie, yang mewakili ketiga kakak-beradik tersebut.
Sebagai tenaga marketing, baik Novie mapun Himawan tak jarang turun langsung melakukan pendekatan personal (personal approach). Cara ini lebih efektif ketimbang menggunakan brosur promosi maupun pameran. Himawan, misalnya, selain melakukan pendekatan ke para professional, juga mengikuti beberapa kelompok studi yang banyak dilakukan oleh kaun cendekia. Sementara Novie, yang pernah bekerja di lingkungan Guruh Soekarnoputra, banyak memiliki jalur dengan para artis dan selebritis. Didukung dengan manajerial yang bagus, akhirnya perusahaan ini telah memiliki dua cabang penjualan—meski masih di Plaza Semanggi.

Ke depan, baik Himawan, Susi, Edi maupun Novie, tidak hanya berkutat pada bisnis agency saja. Bisnis yang lain akan diterjuni juga, dan untuk sementara juga tak jauh dari bisnis perjalanan wisata. “Kami memang baru berkonsentrasi disini. Namun, tak menutup kemungkinan akan terjun ke bisnis yang lain jika memungkinkan,” ujar Novie.
Novie, mengakui memang tidak mudah mengelola bisnis secara bersama-sama, kendati itu bersaudara. Friksi kecil memang sering terjadi. Tapi tak berkembang kearah yang lebih besar. Segala sesuatunya bisa selesaikan dengan musyawarah. Dan, untungnya lagi, selain saudara, mereka masing-masing memiliki kemampuan yang bisa memahami kekurangan masing-masing. “Kalau tidak kami sudah bubar dari dulu,” ungkapnya.

sumber majalah pengusaha

Mencari Duit Dengan Bantuan Website

Thursday, 21 June 2007
Boleh jadi Jilbab Nayla dikategorikan sebagai produk handmade. Tetapi karena dipasarkan melalui kekuatan teknologi internet maka dalam tempo kurang dari tiga bulan produknya sudah tersebar ke seluruh Nusantara . Russanti Lubis

Tak lapuk oleh hujan dan tak lekang oleh panas. Menggunakan bantuan internet untuk memasarkan produk ternyata kagak ade matinye, selalu saja membawa keberhasilan, sekali pun produk yang dipasarkan juga bukan produk baru. Tengok saja Jilbab Nayla yang memproduksi aneka jilbab handmade, yang praktis sekaligus simpel dipakai.

Sebenarnya jilbab-jilbab yang berhiaskan payet, batu-batuan, dan lukisan tangan ini, tidak berbeda jauh dengan produk sejenis yang sudah membanjiri pasar. Tetapi, karena sejak awal sudah dipasarkan melalui website, Jilbab Nayla yang baru dibangun tiga bulan lalu dengan alasan sekadar mengikuti tren mengenakan busana muslim ini, telah “beredar” ke seluruh Indonesia, bahkan juga nantinya (sedang dalam proses negosiasi, red.) akan merambah Srilanka, Amerika, Nigeria, Macedonia, dan Malaysia.

“Penjualan dilakukan melalui website, pertimbangannya agar Jilbab Nayla tidak hanya menjangkau kawasan Jakarta, tetapi juga di luar Jakarta. Dan, selama dua bulan pertama Jilbab Nayla hadir, kami cuma mengandalkan website. Imbasnya, kami menerima banyak pesanan dari Papua, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan Bali di samping dari Jawa. Untuk para agen, minimal kami mengirimkan lima kodi per bulan. Sedangkan, untuk distributor untuk sementara cukup satu kodi. Untuk pembelian satuan, transaksi juga kami lakukan melalui website. Pembelian minimal enam potong di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, red.), tidak kami bebani ongkos kirim,” kata Melissa, kreator Jilbab Nayla.

Untuk menambah pemasukan, Jilbab Nayla baru-baru ini memasang iklan baris. “Tapi, ternyata iklan baris ini, tidak memberi pemasukan sebesar yang kami harapkan. Tidak sebesar pemasukan yang kami dapatkan dari website. Padahal, biaya pemasangan iklannya terbilang mahal. Sedangkan untuk website, setiap bulan kami hanya membayar biaya berlangganan Rp10 ribu dan semua orang dapat mengaksesnya, mengingat semakin banyak orang yang mengoperasikan internet. Kondisi ini membuat penyebaran pemasaran produk menjadi lebih cepat, sehingga otomatis pemasukan kami pun lebih banyak,” ucapnya. Setiap bulan, Jilbab Nayla meraup omset Rp30 juta hingga Rp40 juta dengan margin 25% sampai 30%.

Jilbab Nayla yang menggunakan alamat website tokonayla.com ini, mampu menghasilkan lima kodi jilbab dengan aneka model dan hiasan dalam jangka waktu dua hingga tiga hari. Masing-masing jilbab berbahan spandex ini ditawarkan dengan harga Rp25 ribu sampai Rp45 ribu, tergantung dari hiasan yang digunakan. Selain itu, “bisnis” yang dibangun dengan modal Rp2 juta ini juga menerima pesanan sesuai selera konsumen dengan minimal pemesan 2,5 kodi (50 buah, red.). “Nantinya, kami ingin mengekspor Jilbab Nayla dan menjadikannya standar internasional,” kata Melissa yang memiliki home industry di Cinere dan mempekerjakan 10 karyawan ini.

sumber majalah pengusaha

Jual Brownies Asyiknya Ramai-Ramai

Monday, 08 October 2007

Brownies di mana saja rasanya hampir sama. Strategilah yang menentukan laku tidaknya cake ini. Andri Hidayat punya resep, di antaranya pemasaran secara gotong royong. Russanti Lubis

Brownies, sebenarnya hanyalah cake cokelat yang bantat atau gagal mengembang, sehingga teksturnya agak keras. Tapi, karena nikmat disantap, terutama sebagai teman minum kopi atau teh, banyak orang yang berminat untuk membeli dan merasakannya. Dan, layaknya hukum ekonomi di mana ada permintaan di situ ada persediaan, maka ketika peminat brownies (khususnya brownies kukus, red.) membludak, di sisi lain banyak orang yang ramai-ramai terjun ke bisnis kue yang lahir dari ketidaksengajaan itu. Seiring dengan berjalannya waktu, pasar bisnis kue nan legit ini pun kini semakin sesak.

Ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami, begitulah gambaran padat dan rumitnya bisnis makanan yang mirip kue bolu ini. Karena itu, para pengusaha brownies harus pandai-pandai berstrategi agar nasib apes tak menghampiri, misalnya dengan memberi keragaman rasa yang tidak melulu cokelat tetapi dikombinasikan dengan keju, kacang-kacangan, atau buah-buahan kering. Upaya senada juga dilakukan Andri Hidayat yang memulai usaha browniesnya di tempat tinggalnya, Batam, hampir dua tahun lalu. Untuk menghindari kejenuhan para pelanggannya, ia memberi beberapa variasi rasa pada browniesnya seperti Original Sweet Brownies, Strawberry Brown, BanaChessee Brownies, ChocoChessee Brownies, Pandani Chessee, dan Crazy Chessee.

“Mengenai rasa, saya pikir tergantung pada selera masing-masing orang. Tapi, perbedaan yang paling menyolok antara brownies saya dengan brownies-brownies lain, terletak pada kemasannya yang menarik sehingga eye catching. Di samping itu, brownies yang saya tawarkan menggunakan topping,” kata Andri yang menamai brownies-nya Sundae Brownies. Strategi ini ternyata cukup berhasil. Buktinya, brownies berukuran 10 cm x 30 cm x 4 cm yang ditawarkan dengan harga Rp20 ribu sampai Rp25 ribu itu, terjual laris manis bak kacang goreng, walau waktu itu masih dalam masa percobaan alias hanya ditawarkan di lingkungan kerjanya.

“Setelah usaha ini berjalan empat bulan, saya mulai berpikir untuk membesarkannya. Karena, dengan peralatan yang serba sederhana, sangatlah sulit untuk memenuhi permintaan pasar. Terobsesi dengan hal ini, saya mencari dan akhirnya menemukan investor. Kepada mereka, saya menawarkan kerja sama sistem bagi hasil 40%:60%, dengan dana investasi Rp60 juta,” jelas pria yang untuk bisnisnya ini hanya menanamkan modal sebesar Rp30 ribu, dengan perhitungan Rp15 ribu digunakan untuk modal berputar sedangkan sisanya disimpan untuk dana cadangan.

Secara konten, tidak ada perbedaan antara brownies yang satu dengan yang lain. Sebab, memiliki resep dasar yang hampir sama. Tapi, bila brownies yang satu lebih laku daripada yang lain, tentu ada “resep” lain yang menyertainya. Ambil contoh, Sundae Brownies yang diproduksi sebanyak 5.000 loyang/bulan dan hampir semuanya terjual. “Alhamdulillah, selama ini nyaris tidak ada retur. Kalau pun ada, persentasinya sangat kecil,” kata Andri, yang menargetkan akhir tahun ini dapat berproduksi sebanyak 15 ribu loyang/bulan atau 500 loyang/hari.
Resepnya? “Saya melakukan tiga tahap pemasaran. Pertama, saya memasok Sundae Brownies ke berbagai koperasi perusahaan di sekitar kompleks industri Batamindo,” ujarnya. Hal ini, ia lakukan karena sebagai pendatang baru dalam dunia cake, ia sama sekali tidak memiliki latar belakang kuliner. Tapi, dengan modal nekad, ia mencoba menembus dan melakukan penetrasi pasar dengan menjadikan Kawasan Industri Batamindo sebagai target. “Sebab, di sana berkumpul komunitas yang sangat banyak, sekitar 100 ribu penduduk Batam bekerja di sana. Saya beranggapan bahwa suatu saat mereka akan tertarik mencoba Sundae Brownies,” imbuhnya.

Namun, ia terkendala oleh harga jual yang sangat minim. “Harga per loyang saat itu Rp9.600,-. Lalu, saya potong menjadi 12 pieces dan saya masukkan ke koperasi di sana dengan harga Rp800,-/piece. Saya yakin, suatu saat ketika jumlah produksi saya sudah meningkat, saya bisa mendapat keuntungan dari selisih harga bahan dengan harga eceran ini. Karena itu, saya tidak pernah meninggalkan pangsa pasar ini dan tetap menjual dengan harga lama, meski harga bahan sudah melambung, mengingat berkat mereka, saya mampu melakukan penetrasi pasar Batam,” katanya tentang sistem pemasaran yang dinamainya Gotong Royong.

Kedua, Andri menggunakan sistem pemasaran yang diistilahkannya Kemitraan yaitu merekrut beberapa karyawan di beberapa pabrik untuk mejadi marketer usahanya, di tempat mereka bekerja. Saat ini, ia sudah memiliki sekitar 20 marketer aktif. “Asumsi saya, dengan besarnya pangsa pasar Batamindo yang merupakan konsentrasi penduduk di hampir seluruh pelosok Batam, pasti banyak yang tertarik ikut memasarkan Sundae Brownies ke rekan atau kerabat mereka. Dari sinilah, tercetus ide untuk menjadikan mereka agen atau mitra kami dengan asumsi rabat 20%,” jelasnya.

Untuk lebih menguatkan branding, ia menggunakan tahap pemasaran yang ketiga yaitu sistem pemasaran dengan membuka gerai di berbagai mal di Batam, mulai tahun 2007. Saat ini, Sundae Brownies sudah dapat dijumpai di Nagoya Hill, Batam Square Mall, dan Terminal Ferry Batam Center. “Target saya, akhir tahun ini bisa membuka empat gerai lagi di mal-mal yang lain dan Titik Keluar Masuk Batam,” tegas Andri, yang dengan strategi ini meraup omset sekitar Rp10 juta hingga Rp15 juta per bulan.

Untuk mendongkrak omset, sekaligus mengatasi persaingan dengan brownies-brownies lain, ia berencana meluncurkan beberapa program reward. “Tahap pertama program ini yaitu ‘Beli Sundae Brownies Kukus Pulang Dapat Motor’. Lantas, untuk tahun 2008, program ‘Buy 1 Get 1 Free’ dengan menggandeng produk ternama sebagai mitra kami,” ungkap laki-laki yang juga berencana menembus Jakarta dan Bandung, yang dikenal sebagai biangnya brownies, dengan sistem kepung benteng. “Mula-mula, kami akan mengokohkan diri dulu di setiap daerah, kemudian mengepung Jakarta dan Bandung,” jelasnya. Benar kata pepatah, banyak jalan menuju Roma, banyak cara untuk sukses.

sumber majalah pengusaha

Moore, Menembus Pasar Roti dengan Good Location, Good Product, dan Good Service

Monday, 27 July 2009

Anggie Musbandi Putri, MooreMenghadirkan yang tidak ada menjadi ada merupakan salah satu strategi bisnis, yang mampu memancing perhatian konsumen. Hal itulah yang dilakukan Balian bersaudara, yang kemudian disempurnakan oleh Anggie melalui bisnis roti mereka. Russanti Lubis


Banyak jalan menuju Roma. Banyak cara untuk merebut hati konsumen di tengah-tengah pasar yang sudah penuh sesak oleh produk sejenis, semisal roti. Itulah yang terlintas di benak dua bersaudara dari Keluarga Balian, Indra dan Chandra, yang secara kebetulan bekerja di hotel dan memiliki cukup banyak waktu luang, setelah menyelesaikan pekerjaan mereka. Untuk itulah, mereka membuat roti dengan harga kakilima tapi rasa (hotel) bintang lima.

Semula, mereka hanya membuat beberapa buah roti. Tapi, tanggapan yang bagus yang datang dari masyarakat di sekitar rumah dan usaha mereka, Jalan Jaksa, Jakarta Pusat, membuat mereka menambah jumlah roti yang dijual dengan harga Rp1.000,-/buah (dalam perkembangan dijual dengan harga Rp2.500,-/buah, red.) itu. Bahkan, konsumen yang sudah memesan sebelum adonan dibuat pun melebar hingga ke Tangerang. Padahal, mereka membuatnya secara minimalis, hanya dengan menggunakan tangan, tanpa bantuan mesin sama sekali.

“Mungkin, hal itu, disebabkan roti-roti kami harganya terjangkau tapi taste-nya hotel berbintang. Di samping itu, roti-roti kami juga fresh from the oven. Konsumen juga dapat melihat langsung dari mulai kami membuat adonannya hingga disajikan. Kami juga tidak menjual roti yang sudah ‘menginap’. Jika roti-roti kami tersisa, kami akan membagikannya kepada masyarakat sekitar,” kata Chandra Nur Balian, mantan karyawan Coffee Shop Hotel Borobudur, Jakarta.

Karya mereka tersebut dijuluki Roti Malam mengingat roti-roti yang memiliki delapan rasa standar itu, dibuat dan disajikan pada jam 17.00–19.00. “Kami tidak menerima pembuatan roti lagi selewat jam itu. Bagi kami, waktu itu sudah maksimal, karena dalam sehari kami membuat adonan sebanyak 2 kg–6 kg (1 kg = 40 buah roti, red.),” ujar alumnus sebuah akademi perhotelan di Lombok, Nusa Tenggara Barat, ini.

Dalam perkembangannya, Roti Malam yang dibangun dengan modal Rp100 ribu–Rp200 ribu dan membukukan omset Rp50 ribu–Rp100 ribu per hari ini, mendapat tanggapan semakin bagus hingga melahirkan tawaran kerja sama dari konsumen mereka, Anggie Musbandi Putri. Dan, berakhirlah Roti Malam yang dibangun pada tahun 2005 itu pada awal 2008. Roti Malam berubah menjadi semi kafe yang dinamai Moore, pada awal November 2008.


Moore berlokasi di Ruko Puri Botanical, Meruya Selatan, Jakarta Barat. Di sini, konsumen bukan cuma bisa take away melainkan juga dine in, sehingga dapat sekaligus hang out. “Moore dilengkapi dengan wi-fi (wireless fidelity) sehingga para mahasiswa dapat mengudap di sini sekaligus menyelesaikan tugas-tugas kuliah mereka. Untuk itu, kami juga menyediakan sandwich rancangan kami sendiri, cake, dan aneka minuman seperti flavor tea, soft drink, soda, dan air mineral,” jelas Anggie, owner Moore.

Berbeda dengan Roti Malam, Moore dibuka dari jam 07.00–22.00 dengan menyediakan paket breakfast, lunch, dan diner. Karena, pada jam kantor, suasana di sekitar ruko ini sangat sibuk. Sedangkan dari segi rotinya, dengan fasilitas mesin pembuat kue yang canggih, ukuran roti diperbesar hingga dua kali lipatnya, jumlah roti lebih banyak, dan memiliki 25 varian rasa dengan harga dimulai dari Rp6.000,-.

“Sama halnya dengan Chandra, saya juga melihat bahwa bisnis roti sudah penuh sesak. Tapi, tidak di area ini mengingat toko roti terdekat ada di Kembang Kerep (Meruya Utara) dan Puri Mall (Daan Mogot), yang cukup jauh dari ruko ini. Di samping itu, jika Roti Malam yang lokasinya sulit dijangkau saja sedemikian lakunya, tentunya kemungkinan tersebut dapat terjadi pula pada Moore yang lokasinya dekat dengan jalan raya, perumahan, warnet, dan kampus,” kata kelahiran Jakarta, 21 tahun lalu, yang menanamkan modal Rp300 juta untuk bisnisnya yang pertama ini.


Namun, alumnus Macquarie University, Sidney, Australia, ini melanjutkan, Moore tidak dapat dipersaingkan dengan toko-toko roti baik yang berdiri sendiri maupun yang berada di dalam mal. “Sebab, konsep Moore yaitu kafe ber-wi-fi yang dekat dengan rumah dan harga rotinya terjangkau tapi kualitasnya hotel,” ucap Anggie, yang juga menyasar para ibu rumah tangga sebagai konsumen Moore. “Di sisi lain, bagi saya, ada tiga faktor yang membuat sebuah usaha itu berhasil yaitu atmosfir lokasinya, good product, dan good service. Dan, Moore memenuhi itu semua,” tegas Chandra, sebagai penanggung jawab di Moore. Semoga.


5 Langkah Moore Menembus Pasar Bisnis Roti

- Moore berlokasi di Ruko Puri Botanical, Meruya Selatan, Jakarta Barat. Lokasi yang cukup jauh dari mal tetapi sangat dekat dengan jalan raya, perumahan, warnet, dan kampus.
- Konsumen Moore bukan cuma bisa take away melainkan juga dine in, sekaligus hang out.
- Moore dilengkapi dengan wi-fi (wireless fidelity), sehingga para mahasiswa dapat mengudap di sini
sekaligus menyelesaikan tugas-tugas kuliah mereka.
- Moore dibuka dari jam 07.00–22.00 dengan menyediakan paket breakfast, lunch, dan diner.
Karena, pada jam kantor, suasana di sekitar ruko ini sangat sibuk.
- Harga rotinya terjangkau tapi kualitasnya hotel berbintang.

Jika ingin mengutip/menyebarluaskan artikel ini harap mencantumkan sumbernya.s0

Sumber majalah pengusaha

Belasan Juta dari Bengkel tanpa Plang Nama

Monday, 09 July 2007

Jangan sepelekan penghasilan bengkel rumahan yang seringkali tanpa papan nama. Seorang mantan pereli, Bintang Adi Kusuma bisa menangguk belasan juta dari bengkelnya. Fitra Iskandar

Di komplek Bumi Harapan Permai (BHP) di bilangan Duku Jakarta Timur terdapat bengkel “tanpa plang” dan di kelola secara sederhana. Meski dibuka di lingkungan yang sepi, toh, setiap hari ada saja satu-dua mobil yang menunggu giliran diperbaiki. Bukan bisnis yang besar memang, namun sebagai sebuah usaha, bengkel “tanpa plang” atau sebut saja bengkel rumahan ini cukup produktif menjadi sumber pemasukan yang juga tidak bisa dibilang kecil. Setidaknya Bintang Adi Kusuma pemilik bengkel rumahan ini ia mengaku setiap hari sekurangnya dua mobil parkir di halaman rumahnya yang ia fungsikan sebagai bengkel, sehingga hasilnya tidak kurang dari Rp 15 juta.
Meskipun tidak membuka bengkel secara terang-terangan, Bintang juga tidak melakukan promosi sedikit pun untuk menjaring pelanggan. Ia hanya mengandalkan word of mouth (buah bibir) dari para relasi yang mengaku puas dengan hasil kerjanya. Awalnya, pelanggan yang datang adalah para kenalannya sewaktu masih aktif di dunia reli. Namun seiring waktu pelanggannya berkembang, tidak hanya teman-temannya mantan pereli saja yang mempercayakan mobilnya di bengkel rumahan Bintang namun pelanggan baru pun berdatangan.” Kalau dulu hanya kerabat saja yang mereparasi mobil di sini, sekarang justru banyak pelanggan baru,” ungkap Bintang.

Menurut Bintang, membuka bengkel rumahan banyak keuntungannya. Pertama. tidak perlu menyiapkan dana untuk sewa tempat yang tentu bisa mencapai biaya puluhan juta. Yang kedua, bengkel tak perlu diberi aksesoris seperti billboard, etalase dan display suku cadang.
“Membuka bengkel di rumah modalnya sangat minim,dan nggak repot. Beda jika membuka bengkel umum (konvensional), modalnya bisa untuk keperluan lain seperti memberi tools set dan menggaji teknisi” kiat Bintang.
Selain itu, biaya operasional perbulan bengkel rumahan juga kecil. Bintang mengaku pengeluaran belanja bengkelnya sebulan tak lebih dari Rp 5 juta. Rinciannya Rp 3,5 juta untuk gaji 3 orang karyawan. Listrik Rp 400 ribu. Air PAM Rp 200 ribu. Sisanya untuk membeli kebutuhan tambahan seperti, minyak rem, minyak tanah, gemuk dan lem. keseluruhanya berkisar Rp 200 ribu.
Untuk modal awal yang diperlukannya adalah perkakas standar. Bintang membeli sebuah kompresor seharga Rp 3,5 juta, toolset Dowidat ( Buatan Jerman) Rp 27 juta, 2 buah bor Rp 2 juta, 2 gerinda Rp 1,1 juta. Lainnya bing, dongkrak dan tracker gear box Rp 2,5 juta. “Jadi investasi keseluruhan untuk peralatan nilainya sekitar Rp 48 juta,” terang Bintang.
Namun pengeluaran itu pun sejatinya bisa dikurangi. Kiatnya membeli peralatan yang berasal dari Jepang atau Taiwan. “Harganya bisa separuh di bawah yang buatan Jerman. Namun lebih baik membeli toolset yang baik kualitasnya.sebab secara jangka panjang akan lebih menguntungkan karena lebih awet,” terang pria kelahiran 1956 ini.

Lalu bagaimana dengan strategi usahanya? Meskipun tidak membuka bengkel secara terang-terangan untuk menjaring pelanggan, Bintang hanya mengandalkan relasi dan informasi dari mulut ke mulut. Kebetulan Bintang yang seorang mantan superviser mekanik reli tim Humpus memiliki banyak teman yang mengenal keahliannya dalam memperbaiki kendaraan.
“Bengkel ini sebenarnya usaha yang kebetulan. Saat saya berhenti dari reli tim Humpus, saya ingin istirahat, tapi teman saya nitip mobil ke saya, lama–lama banyak yang ikut nitip, ya akhirnya keterusan sampai sekarang,” tukas Bintang yang juga mantan pereli yang tergabung di Club Speed Driver di dekade 80-an ini.

Salah satu promosi yang dapat menarik pelanggan, yang dilakukan Bintang adalah, memberikan pelayanan yang ekstra kepada para pemilik mobil yang mempercayakan perbaikan di bengkelnya. Menurut Bintang banyak cara yang bisa dilakukan. Seperti memberi informasi yang menyeluruh mengenai kondisi mobil yang sedang diperbaiki.memberikan masukan kepada pemilik mobil mengenai apa saja yang perlu di perbaiki dan berbagai solusinya. Dengan demikian menurut Bintang pelanggan akan merasa puas dan bisa mempertimbangkan sendiri penanganan apa yang ia butuhkan terhadap mobilnya yang tentunya disesuaikan dengan kondisi keuangan pelanggan.



Hal kedua yang diperhatikan Bintang adalah masalah kebersihan bengkel. Menurutnya selama ini orang salah beranggapan bahwa bengkel yang kotor adalah lumrah. Padahal kualitas pekerjaan perbaikan tidak bisa dipisahkan dari unsur kebersihan tempat kerja dan pekerja bengkelnya itu sendiri. Contoh kecil, di bengkelnya, Bintang ‘mengharamkan’ kepada ketiga karyawannya untuk melangkahi pekerjaannya sebab bisa jadi pasir yang jatuh dari sepatu masuk kedalam mesin dan akan berpengaruh terhadap kerja mesin.
Lainnya, pemilik bengkel harus terbuka dan menjaga kepercayaan pelanggan. Untuk usaha bengkel rumahan, menurutnya, kepercayaan adalah modal penting. Sebab dengan kepercayaan bengkelnya akan semakin dikenal luas.” Jangan memikirkan untuk jangka pendek, kalau pelanggan sudah percaya biar jauh, dia akan tetap mempercayakan mobilnya kepada bengkel kita,” ujar Bintang Namun namanya juga bengkel rumahan tidak setiap mobil yang masuk ke bengkel bisa ditangani, disebabkan lahan parkir yang tidak begitu luas. Di bengkelnya Bintang hanya menampung maksimal 5 unit mobil, 3 di dalam garasinya dan 2 di luar pagar. ” Kalau lebih dari itu kita tidak enak sama tetangga, namanya juga bengkel rumahan,” selorohnya Untuk masalah Biaya perbaikan, Bintang mematok ongkos pengerjaan berdasarkan waktu dan tingkat kesulitan perbaikan.

Tips Membuka Bengkel Rumahan
1. Terbuka dan Jujur terhadap pelanggan mengenai waktu pengerjaan dan biaya
2. Memberikan Informasi yang menyeluruh kepada Pelanggan mengenai kondisi mobil
3. Menjaga Kebersihan tempat kerja dan mobil pelanggan saat bekerja

Analisa Bisnis Bengkel Rumahan

Sumber Majalah pengusaha

Mengulik Tas Plastik, Hasilnya Ratusan Juta

Tuesday, 28 August 2007
Plastik merupakan barang multiguna. Namun masih jarang orang yang mengkreasikannya menjadi berbagai macam tas cantik, seperti yang dilakukan Robby dan istrinya. Wiyono

Air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Pepatah itu pun berlaku di dunia bisnis. Keturunan seorang pengusaha, walau dengan alasan beragam, tetapi pada umumnya lebih menyukai jalan hidup sebagai usahawan pula.
Deden Robby Firman Abadi, kelahiran Bandung 1977 mulai belajar berbisnis pada tahun 2000 saat mengurusi pemasaran CV. DePrima, yakni perusahaan orang tuanya yang bergerak dalam bidang produsen eksportir produk-produk kerajinan, khususnya wooden craft. Lalu seiring berjalannya waktu timbul keinginan memiliki usaha sendiri. “Kebetulan saya melihat adanya peluang bisnis industri pembuatan tas, khususnya tas yang berbahan baku plastik,” kisahnya.
Robby mengaku tertarik dikarenakan pada saat awal merintis usaha pada 2004 bisnis ini belum banyak dilirik. Produsen tas yang concern dengan berbahan baku plastik masih jarang sehingga peluangnya yang cukup terbuka. Tambahan pula ia banyak memperoleh dukungan dari Evi Soviati, yang kini menjadi istrinya dan memberikan seorang putri bernama Kayla. Walau cuma belajar secara otodidak, Evi mahir mendesain aneka tas untuk diproduksi dengan memakai merek dagang Eview. Jenis-jenis produk hasil kreasinya meliputi bermacam-macam tas, ransel (back pack), tempat kosmetik (beauty case), tempat pensil, dompet, tempat koin, dan sarung hand phone. “Selain itu saya juga memproduksi berbagai macam tas dengan model sesuai permintaan atau pesanan,” ungkap Robby.

Lulusan Teknik Informatika itu menyebutkan modal awal yang digunakan untuk menjalankan usaha tidak terlalu besar, hanya Rp 1 juta. Ternyata perkembangan usahanya lumayan bagus. Hingga saat ini aset perusahaan sudah menjadi Rp 150.000.000,00 dengan omset berkisar Rp 125.000.000,00 per bulan. Jumlah total karyawan produksi sebanyak 30 orang, sementara istrinya dengan posisi sebagai product designer serta dibantu oleh saudara adik laki-lakinya, menjadi manager di workshop miliknya.
Sedangkan kapasitas produksi keseluruhan sekitar 10.000 pcs setiap bulan terdiri dari berbagai item. Produksi tidak dilakukan secara kontinyu melainkan dikerjakan berdasarkan permintaan atau by order. Model atau desainnya dibuat sesuai katalog yang telah disediakan dan costumer tinggal menentukan pilihan yang cocok untuk dipasarkan oleh mereka. Penawaran harga antara lain, tempat koin rata–rata Rp 2.500,00, tempat kosmetik Rp 8.000,00-Rp 11.000,00, dompet Rp 10.000,00-Rp 13.000,00, tas Rp 15.000,00-Rp 20.000,00, tempat pensil Rp 5.000-Rp 10.000,00, back pack Rp 30.000,00, dan sarung hand phone Rp 5.000,00-Rp 7.500,00.

Untuk strategi pemasaran Robby mengaku lebih senang concern pada soal produksi saja. Sehingga ia membuka pintu jikalau terdapat mitra yang ingin bekerjasama untuk membantu pemasaran produk. Meskipun produk baru meliputi pasar lokal, selain Jawa, produk tas berbahan plastik Robby sudah masuk terutama kota-kota besar di Sumatera, Bali dan Sulawesi. “Mengenai bentuk kerjasamanya sendiri seperti apa bisa dibicarakan nanti,” ujarnya.
Selain kemudahan memperoleh pasar , duet Robby dengan istrinya tersebut bahkan tidak menemui kendala berarti baik mengenai perolehan bahan baku maupun produksi. Bahan baku plastik berjenis khusus diperoleh dari supplier. Selanjutnya begitu sebuah model jadi dibuat langsung masuk ke bagian pola, cutting, dan penjahit. Artinya kendala yang dialami saat ini hanyalah kendala-kendala normal yang biasa ditemui dalam bisnis manufaktur. Seperti misalnya satu kekurangan yang dialami dikarenakan sampai sekarang ia belum memiliki workshop yang representatif. “Padahal saya berniat untuk melakukan ekspansi pasar tidak hanya di pasar nasional tapi juga ke pasar internasional,” tukasnya.

Kendala yang dia rasakan justru datang ketika pihak berwenang yang terkait masih memandang sebelah mata terhadap produknya. “Salah satu contohnya adalah produk saya ini belum pernah diberi fasilitasi promosi oleh Dinas Teknis tempat bisnis saya ini berdomisili. Sampai saat ini Pemda setempat hanya memberikan fasilitasi kepada produk-produk lain yang sebetulnya dari segi prospek bisnis maupun daya serap tenaga kerjanya jauh lebih sedikit dari produk saya ini,” sesalnya.

Ini terjadi, menurutnya karena produk tas dengan bahan baku plastik belum sepopuler produk-produk lain seperti produk fashion pada umumnya. Sehingga kalaupun produk saya ini diberi kesempatan untuk tampil dalam sebuah event pameran posisinya tidak lebih hanya sebagai supporting product untuk mengisi sela-sela rak yang kosong di dalam booth. Padahal kalau boleh jujur sebenarnya prospek pasar yang dimiliki tidak kalah.
sumber majalah pengusaha

Kaya dengan Produk Kelapa

Tuesday, 15 April 2008


Selama ini tak banyak yang bisa menambah added value komoditas kelapa. Padahal ada 1.600 item produk yang bisa dihasilkannya. Wiyono

Anda pernah mendengar sirup air kelapa (sirkel)? Ya, sejatinya sirup hasil pengolahan limbah air kelapa tersebut hanyalah merupakan salah satu dari sekian banyak produk yang bisa dikembangkan dari hasil tanaman kelapa. Menurut Wisnu Gardjito, pengusaha plus aktifis yang menaruh perhatian besar pada komoditas tumbuhan tropis satu ini terdapat 1.600 item produk akhir kelapa, primer maupun skunder. Direktur Improvement Institute yang juga dosen Akademi Pimpinan Perusahaan di bawah Departemen Perindustrian tersebut, dalam tugasnya mengembangkan agroindustri empat komoditas di Kawasan Timur Indonesia (coklat, kelapa, jagung, dan ikan) berkesimpulan, dari empat komoditas di atas maka paling strategis untuk dikembangkan adalah kelapa.

Wisnu memiliki sejumlah argumentasi. Area tanaman kelapa di Indonesia tercatat terluas di dunia tersebar di Riau, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, NTT, serta daerah-daerah lain, mengungguli Philipina yang memiliki 3,1 juta hektar disusul India dengan 1,1 juta hektar lahan. Tetapi uniknya, di Indonesia karakteristik usaha budidaya tanaman kelapa dimiliki oleh rakyat. Sebanyak 96% merupakan perkebunan rakyat yang diusahakan di kebun dan atau di pekarangan, secara monokultur atau kebun campuran. Jumlah petani kelapa lumayan besar, melibatkan sekitar 25 juta warga. Berarti apabila itu dimaksimalkan maka akan menopang hajat hidup sejumlah besar penduduk.

Ironisnya, pada saat ini nilai ekonomi kelapa dihargai sangat murah. Kian merosotnya harga jual kopra, akhirnya menyebabkan kecenderungan masyarakat makin membiarkan tanaman ini dalam kondisi tidak terawat sehingga berdampak makin anjloknya produktifitasnya. Maka Wisnu berpendapat perlu ada upaya sistem pengembangan terpadu melalui usaha-usaha kelompok/ klaster agar tercipta kesempatan nilainya melompat ke tingkat yang jauh lebih tinggi. Sebut saja pengolahan kelapa menjadi produk virgin coconut oil (VCO), misalnya.

Peraih gelar Doktor Teknologi Industri Pertanian IPB cum laude itu menyebutkan, nilai tambah hasil pengolahan aneka produk berbahan dasar kelapa mampu mencapai 8800% dari harga sekarang. Soal teknologi pembuatan segala macam produk juga tidak perlu khawatir, sebab semuanya sudah kita miliki. Apalagi, Wisnu menyebutkan alasan terakhir, pasokan untuk kebutuhan pasar dunia nyaris masih kosong, total hanya sekitar 1,8% yang telah terisi.

Menyadari hal itu, sejak 1999 mulai serius mengembangkan usaha berbasis kelapa. Sejatinya rintisan usaha sudah dilakukan keluarganya sejak 1996, berbendera usaha Sumber Rejeki dengan produk awal berupa kecap. Kemudian fokusnya mulai diperluas ke produk-produk lain sehingga akhirnya berkembang menjadi perusahaan agri specialist & agri trading. Dan sampai sekarang usaha yang kini dikelola bersama Vipie Gardjito, istrinya, itu telah berkembang sekitar 40 jenis, antara lain sabun, minyak goreng, arang batok, asap cair, body lotion, lotion anti nyamuk, VCO, dan lain-lain semua berbahan dasar kelapa. Terakhir kali, mereka mengenalkan produk sirup berbahan limbah air kelapa.

Karena ketersediaan bahan baku tersebar meliputi wilayah dengan kondisi geografis yang luas, maka industri pengolahan produk kelapa tidak mungkin ditempatkan berpusat di satu titik, sebaliknya ikut menyebar di area sentra produksi kelapa. Secara singkat Wisnu menggambarkan, dari keseluruhan produk, Sumber Rejeki tidak selalu memproduksi langsung melainkan berposisi sebagai penampung sekaligus memperbaiki produk petani sebelum dipasarkan. Di sisi lain, melalui lembaga Improvement Institute yang ia pimpin, Wisnu giat menggalang dan melakukan pembinaan klaster-klaster di tengah-tengah masyarakat petani kelapa. Pembinaan itu meliputi technology transfer, pendanaan, sekaligus membuat semacam awareness program bagi pasar lokal hingga global.


“Intinya, desa-desa didesain agar mampu membuat produk-produk yang marketable bagi global market, “ jelasnya mengenai klaster-klaster binaannya tersebut. Produk yang dihasilkan satu klaster bisa berupa produk mentah, atau pun berupa produk jadi dalam kemasan. Klaster berawal dari satu desa kemudian dihimpun dengan yang ada di desa-desa lain di seluruh Indonesia. Tentu saja dengan melibatkan dinas perkebunan, dan asosiasi petani kelapa. Selanjutnya semua disatukan dalam AEC (Agroindustry Export Cluster), suatu badan usaha murni milik rakyat.



Kepada pemerintah pusat, Wisnu bahkan telah menyiapkan proposal pembentukan lembaga BOPAI (Badan Otorita Percepatan Agro Industri), khususnya kelapa. Dalam usulannya lembaga itu semestinya langsung bertanggung jawab kepada Presiden, tetapi tidak masuk dalam kabinet. “Kalau saja ada financial support dari pemerintah sekitar Rp 30 triliun, dalam waktu setahun dana tersebut sudah akan kembali, dan lima tahun sesudahnya, penghasilan bersih dari kelapa sekitar sebesar Rp 700 triliun,” ucapnya yakin.

Sebab, seperti diungkapkan, permintaan dari luar negeri berupa VCO, yang hanya merupakan salah satu produk derivatif kelapa saja, untuk pengiriman ke UK sebanyak 50 ton/bulan dan 100 ton/bulan ke USA belum sepenuhnya terlayani. “Kalau namanya agro tidak bisa kecil, pasti gede, karena setiap orang pasti butuh. AEC di Kendari pasokan VCO-nya cuma 60 ton sebulan, ordernya 100 ton sebulan,” imbuhnya. Padahal harga pasar dunia untuk VCO bermutu paling rendah sekitar USD 5,00/liter, harga standar USD 20,00/liter atau sekitar Rp 200.000,00/liter.

Di samping itu, ternyata banyak produk limbah kelapa yang masih memiliki nilai ekonomi. Sebagai contoh, tempurung, sabut kelapa, daun, lidi, dan sebagainya, bisa dimanfaatkan untuk bahan industri, kerajinan, dan lain-lain. Telah lama kita mengenal produk nata decoco dari hasil olahan limbah air kelapa, yang ternyata juga bisa dibikin sirup. Sebagai gambaran atas bisnis pembuatan sirkel yang dilakukan Wisnu dan Vipie, air kelapa per liter semula dihargai Rp 400,00. Dengan modal tambahan seperti gula, peralatan, berikut tenaga kerja, setelah diolah menjadi sirup, per liternya bernilai jual Rp 15.000,00. Berarti dari limbah tersebut mampu menghasilkan nilai tambah hampir 20%.

Produksi dilakukan dengan sistem klaster, di tiap daerah padat penduduk dibuatkan instalasi pembuatan sirkel. Dalam kondisi normal tiap satu titik klaster bisa menghasilkan 400 botol per hari. Keuntungan sudah bisa dihitung, kalau diambil keuntungan Rp 4.000/botol, berarti Rp 1,6 juta dari satu titik saja. Dengan adanya 20 titik didiperoleh keuntungan Rp 32 juta sehari.

Lebih jauh, mata rantai penjualan produk hasil olahan kelapa juga membuka peluang usaha baru. Dari harga Rp 15 ribu per botol, sebesar Rp 5 ribu adalah keuntungan buat pedagang. Sebab, selain orientasi ekspor, Wisnu tengah menggagas peluang kerjasama untuk penjualan ritel dengan model stand boat melalui sistem bagi hasil 60:40. Mitra dibekali termos CO2 serupa alat pembuat minuman berkarbonansi. Cukup dengan modal Rp 5 jutaan, disebutkan, sudah dapat beroperasi dua lokasi, dengan perkiraan pendapatan minimal @ Rp 300 ribu/hari, profit margin 300%, balik modal tidak sampai sebulan. Artinya, setiap orang berkesempatan menjadi kaya dari produk-produk berbasis kelapa.

sumber MAJALAH

Fulus dari Minyak Jelantah

Friday, 09 May 2008

HAsim HanafieJangan buang sisa minyak goreng yang Anda pakai. Lewat pemrosesan yang sederhana, ternyata produk tersebut bisa diolah menjadi biodisel yang bagus untuk bahan bakar alternatif. Permintaan dalam negeri cukup besar dan harganya pun cukup oke. Gita Indah W

Perlahan-lahan bus kota Transpakuan, bus penmpang milik Pemkab Bogor itu meninggalkan halte dekat terminal Baranangsiang. Dari knalpotnya, keluar asap yang warnanya agak keputih-putihan tidak hitam pekat seperti lazimnya mesin diesel yang kita kenal. Bau gas buangnya juga tidak seperti bau solar, namun seperti bau minyak goreng. Dan yang lebih bagus lagi, asap yang ditimbulkan dari knalpot itu tidak membuat mata pedih. Bus tersebut telah menggunakan bahan bakar biodisel jelantah, sebuah enerji alternatif yang dikembangkan dengan bahan baku limbah minyak goreng (jelantah).

Adalah Hasim Hanafie, vice CEO Hotel Salak The Heritage, Bogor, yang memulai pembuatan bahan bakar ini di Bogor. Eksperimen untuk membuat bahan bakar alternative ini dimulai sejak tiga tahun lalu. Kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan mengembangkan rekayasa engineering adalah alasan utamanya. Sebelum membuat biodiesel, Hanafie dan kawan-kawannya telah membuat system irigasi lewat kincir angina di Indramayu, Jabar. Air dari dalam tanah dipompa lewat kincir angina untuk dialirkan ke sawah-sawah. Sukses dengan program tersebut, dia bersama-sama teman seprofesinya, yang kebetulan para insinyur, kemudian membuat bahan bakar dengan memanfaatkan sisa minyak goreng. “Sebetulnya kami tertarik dengan bahan nabati lain, namun biayanya sangat mahal dan butuh waktu. Sementara kebutuhan bahan bakar substitusi sangat mendesak. Ya akhirnya, kami menemukan limbah minyak goreng ini,” ujarnya.

Dengan keahlian rekayasa engineering, Hanafie dan kawan-kawan memulai pembuatan biodiesel jelantah tersebut. Semuanya, termasuk alat untuk proses produksi dibuat lewat kreativitas dengan memakai bahan baku dalam negeri. Selain itu, dia juga melibatkan institusi pendidikan lain, yakni Institut Pertanian Bogor (IPB). Percobaan demi percobaan dilakukan. Proses produksi biodisel sangat sederhana. Minyak jelantah diambil lalu dicampur dengan methanol (alkohol) dan diolah dalam mesin khusus. Dalam proses ini kadar air berhasil dikurangi dan minyak jelantah yang sudah ‘dimurnikan’ tersebut bisa dipakai sebagai bahan bakar.

Bio JelantaHanafie membuat prototype mesin yang dipakai untuk proses pembuatan biodisel jelantah tersebut berkapasitas 20 liter. Setelah itu, ujicoba dilakukan lewat kendaraan operasional milik Hotel Salak. Dan, hasilnya sangat memuaskan. Mobil yang digunakan, ternyata tidak ada masalah. Polusi yang ditimbulkan relatif kecil ketimbang menggunakan solar. Selain itu, manfaat yang dipetik cukup besar. Tidak hanya dari segi biaya, tapi juga emisi gas buang yang ditimbulkan sangat rendah.

Hari Harsono, Direktur Transpakuan, dalam sebuah wawancara televise mengemukakan bahwa sejak menggunakan bahan bakar biodiesel, perusahaan tidak pernah mengalamai kendala operasional. Biodisel tersebut diujicobakan pada bus Transpakuan, yakni dengan komposisi 30% minyak jelantah dan 70% solar, ternyata tidak berpengaruh sama sekali. “Kondisi mesin sama sekali tidak terganggu,” ujarnya.

Hasil penelitian yang dilakukan IPB juga menyebutkan bahwa minyak jelantah telah memenuhi standar biodiesel. Selain mengurangi polusi udara, biodiesel jelantah tersebut mengurangi asap. “Pengaruh minyak jelantah biodiesel terhadap kendaraan sama seperti biodiesel yang dibuat dari bahan lain,” kata Erliza Hambali, salah satu peneliti IPB.

Pemerintah Jepang, tampaknya tertarik dengan produk biodiesel jalantah dari Bogor ini. Dalam sebuah seminar yang berlangsung pada 21 September lalu di Hotel Salak, lewat pemkot Kyoto, mereka mengajak kerjasama dalam program Clean Development Management (CDM). Kelak, jika program tersebut terealisir, pemkot Kyoto akan menggunakan biodisel jelantah untuk kendaraan di kota tersebut. Selama ini, tambah Hanafie, pemkot Kyoto telah melakukan ujicoba bahan bakar biodisel jelantah tersebut. Namun, hasilnya masih belum memuaskan. Masih terdapat kendala, yakni tersumbatnya filter bahan bakar. Sedangkan hasil ujicoba dua kendaraan, yakni Isuzu Panther dan Daihatsu Taft Hiline, tidak ada masalah. Hanafie tidak menambahkan peralatan lain sebagai konversi penggunaan bahan bakar. Semuanya sesuai dengan standar pabrik. Padahal, ujicoba tersebut sudah tiga tahun. “Akhirnya mereka tertarik kesini,” ujarnya.

Menariknya, minyak jelantah ternyata tidak hanya menghasilkan biodiesel saja, namun dari residu hasil pengolahannya bisa dibuat produk lain, seperti sabun, misalnya. Hanafie mengaku, sementara pihaknya masih berkonsentrasi pada biodiesel jelantah. Bahan bakar tersebut masih dikonsumsi dilingkungan terbatas, yakni Pemkot Bogor, Hotel Salak dan beberapa pihak yang membutuhkan termasuk The Heritage Foundation. “Sekarang kami baru bisa memasok sekitar 1000 liter dalam sebulan,” katanya.

Sayangnya, bahan alternatif yang menjanjikan ini masih terkendala dengan bahan baku. Untuk memperoleh minyak jelantah, pihaknya masih membeli dari para pengepul dengan harga Rp 2500 per liternya. Limbah minyak goreng dari hotel atau restoran-restoran cepat saji, masih terbatas. Akhirnya, produksi tidak maksimal.

Meski begitu, untuk usaha kecil, membuat biodisel dari minyak jelantah ini sangat prospektif. Permintaan dalam negeri cukup besar. Sementara total biaya produksi hanya sekitar Rp 6 ribu per liternya. Sementara harga jualnya, termasuk pihak Pertamina yang akan membeli hasil minyak jelantah itu Rp 7 ribu/liternya. “Investor harus membeli peralatan untuk pemrosesan minyak jelantah tersebut,” ujarnya.

sumber.. sumber

Bikin Tebal Dompet dengan Sandal Limbah Karpet



Tuesday, 04 November 2008

Jangan buang limbah karpet Anda. Di tangan Khairul, limbah tersebut bisa dikreasikan menjadi sandal-sandal unik. Russanti Lubis

Banting kemudi, melakukan inovasi produk, dan jemput bola merupakan tiga di antara sekian strategi bisnis, yang biasanya dijalankan oleh para pelaku bisnis agar bisnis mereka dapat terus bertahan, di tengah berbagai gempuran. Hal ini pulalah yang dijalankan oleh Khairul, pemilik tiga toko sepatu di pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Ini dilakukannya, karena bisnisnya yang telah berjalan 17 tahun terlindas oleh kehadiran berbagai mal, yang bertebaran di seantero Kota Metropolitan ini. Di samping itu, pemasukan yang diterimanya setiap bulan tidak mampu menutup biaya sewa toko sebesar Rp15 juta–Rp17 juta per tahun, untuk setiap tokonya.

“Kemudian, pada Maret 2006, saya berburu limbah karpet yang terbuat dari karet sintetis ke seluruh Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Selanjutnya, limbah karpet ini kami olah menjadi sandal. Modalnya Rp250 ribu dan hasilnya 30–40 pasang sandal jepit perempuan yang saya edarkan sendiri. Sandal-sandal itu baru habis terjual, setelah saya mengedarkannya selama seminggu,” kata pria asal Silungkang, Sumatra Barat ini.

Ulasan lebih lanjut dapat dilihat di Majalah Pengusaha edisi 84.

Teknologi GPS, Peluang Bisnis pun Bisa Terlacak



Tuesday, 05 May 2009

Umar Abdurrahman, PT. Micro Integrasi Total Solusi Selain digunakan oleh perusahaan yang memiliki armada dalam jumlah besar, peralatan tracking system berbasis GPS juga dimanfaatkan oleh perusahaan kargo. Di pulau Jawa, pasar yang baru tergarap belum sampai 10%. Artinya, peluang bisnisnya masih terbuka lebar. Wiyono

Jika tiga tahun lalu Anda coba tanyakan soal sistem pelacakan dengan menggunakan teknologi GPS (global positioning system), pasti belum banyak yang tahu. Jadi alih-alih menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan teknologi informasi (TI) penyedia layanan ini, definisi GPS saja bagi sebagian orang mungkin masih ‘samar-samar’. Apalagi produk yang ditawarkan masih dibanderol dengan harga yang cukup mahal. Namun berkat sosialisasi, teknologi GPS menjadi cukup familier di masyarakat. Otomatis peluang bisnis terkait dengan teknologi ini makin terbuka. Alasan ini pula yang membuat Umar Abdurrahman tidak gamang menekuni bisnis peralatan tracking system berbasis GPS.

PT. Micro Integrasi Total Solusi (MITS), --peruasahaan yang dirintis Umar sejak tahun 2005—memang mengkhususkan diri sebagai pengembang software solusi dan perangkat tracking. Meski dibangun pada tahun 2005, Umar baru serius menekuni bisnisnya tahun 2007. Tepatnya setelah ia keluar dari PT Freeport Indonesia. Produk perdananya disebut Itarck, yakni alat yang diaplikasikan pada kendaraan. Selain berfungsi untuk keamanan, alat ini juga bisa digunakan sebagai alat kontrol.

Dengan memanfaatkan teknologi GPS dan GPRS, Itrack memungkinkan pemakai secara otomatis mengetahui lokasi kendaraan secara real-time dengan update setiap 5 menit. Pelanggan dapat melihat lokasi, arah, kecepatan dan rute yang dilalui kendaraannya pada sebuah peta yang ditampilkan di komputer, PDA maupun smart phone. Bukan itu saja. Bila dikehendaki bisa juga ditambahkan beberapa fitur tambahan lainnya, seperti alat sensor untuk mengukur kondisi BBM, atau bahkan kendali jarak jauh untuk mematikan mesin mobil. Pengiriman data dari perangkat ke server adalah dengan memanfaatkan jaringan GSM yang dimiliki operator telepon seluler.

Alat pemantau ini, dikatakan Umar, sangat membantu perusahaan-perusahaan yang memiliki armada dalam jumlah besar. Melalui alat ini pemilik bisa cepat mengambil tindakan jika ada pengemudi yang bekerja tidak sesuai jalur atau trayek. Atau bisa juga dimanfaatkan untuk menghitung biaya perawatan masing-masing kendaraan dan mengawasi konsumsi bahan bakar tiap kendaraan.

Ulasan selengkapnya dapat dibaca di Majalah Pengusaha edisi 90/ Desember 2008.

Dari Lumpur Hingga SPBU

Monday, 12 November 2007

Menapaki jenjang dari seseorang penjual es kelapa muda, Urpan Dani sukses mendirikan beberapa perusahaan. Kiatnya; keikhlasan dan doa. Sukatna

Kru sebuah production house sedang sibuk menyorotkan kamera untuk merekam beberapa adegan di sebuah rumah di Citra Gran Blok E17 No. 6 Cibubur.
Beberapa adegan dari sinetron tersebut memang mengambil lokasi di rumah Urpan Dani, pendiri beberapa perusahaan yang bergerak di bidang lumpur pengeboran, eksportir kayu manis, pemasok pasir, pengelola SPBU Petronas dan jual-beli properti.

Namun kisah sukses Urpan bukanlah sebuah kebetulan, seperti yang banyak terjadi dalam kisah-kisah sinetron kita. Sebelum memiliki beberapa perusahaan Urpan harus berjuang keras, bahkan sempat menjadi penjual es kelapa muda di Pintu II Senayan, dan menjual penjual tempe goreng. Semuanya dilakoni dengan ikhlas.

Sebenarnya, setamat kuliah di Fakultas ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta pada tahun 1989, pria kelahiran tahun 1964 ini sempat diterima menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di Departemen Koperasi di tanah kelahirannya Kerinci. Tetapi ia mengaku tidak berminat menjadi PNS. Justru Urpan pergi ke Jakarta ikut pamannya.
Lantaran tidak setuju dengan pilihan anaknya, orangtua Urpan tidak mengirimi uang belanja sehari-hari. Tetapi Urpan tidak menyerah begitu saja. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari ia harus berjualan es kelapa muda, kemudian menjadi penjual tempe goreng.

Di sela-sela menekuni ‘profesinya’ itu, Urpan mengirimkan lamaran ke sejumlah perusahaan. Sempat tes di Pertamina sampai tahapan ketiga, tetapi akhirnya gagal. “Jumlah lamaran sampai 300 lebih,” ungkap Urpan belum lama ini.
Dari salah satu lamarannya, Urpan diterima di sebuah perusahaan lumpur pengeboran yang kantor pusatnya di Jakarta. Tetapi Urpan ditempatkan di Palangkaraya. Pada pagi hari, Urpan menyelesaikan pekerjaan kantor. Di siang harinya, belajar mengoperasikan alat-alat berat, dan sore harinya belajar mengelas. Praktis tidak ada waktu luang untuk Urpan.

Tak lama berselang, Urpan ditarik ke Jakarta tetapi ditempatkan di pabrik. Di pabrik Urpan banyak belajar, mulai dari memproduksi bahan-bahan pendukung lumpur pengeboran sampai mengelas plastik. Ia ingin menyerap semua ilmu tersebut. Ia yakin ilmu itu akan berguna kelak di kemudian hari. Keyakinannya tidak meleset. Prestasinya terus melesat, hingga akhirnya dipercaya menjadi general manager yang mengurusi semua kebutuhan perusahaan dari A sampai Z.

Di tengah karirnya yang terus menanjak, Urpan menyunting anak mantan bupati Kerinci, Gladia Rahmawati, pada tahun 1995. Dalam posisinya sebagai general manager, sering Urpan mengambil keputusan-keputusan penting diantaranya memilih rekanan perusahaan. Ternyata banyak rekanan perusahaan yang memberikan ‘uang terimakasih’. Hal ini justru membuatnya tidak nyaman. Hal ini ia sampaikan ke pemilik malah berujar,” ambil saja uang itu. Keuntungan perusahaan lebih besar daripada yan kamu dapatkan.”
Urpan merasa tidak nyaman. Ia berkeputusan untuk mengundurkan diri. Sebelum mengundurkan diri pada tahun 1997, Urpan melakukan sholat istikharah, untuk meminta petunjuk kepada Allah. Tak lupa ia meminta dukungan dari keluarganya maupun dari keluarga istrinya. Tak satu pun yang setuju ia mengundurkan diri, kecuali satu orang, yakni istrinya. Setelah sholat istikharah beberapa malam, Urpan mengambil keputusan bulat : mengundurkan diri dan siap-siap mendirikan usaha jual-beli mobil bekas.

Ternyata menjadi pengusaha itu tidak semudah membayangkannya. Usaha jual beli mobil bekas yang ia dirikan pada tahun 1997 dengan menggunakan bendera PT. Salsabila Rizky Pratama nyaris macet. Mobil-mobil terlanjur ia kirimkan ke Jambi untuk dijual ternyata seret. Tetapi ia sudah tidak bisa mundur lagi. Mobil-mobil itu ia tarik kembali ke Jakarta dan ia jual di Lapangan Ros dan Kalibata indah. Pada tahun-tahun awal hasilnya lumayan. Penjualan terus meningkat.
Di sela-sela mengiklankan mobil dagangannya, Urpan juga mengiklankan kayu manis dan menjalankan bisnis lumpur pengeboran, meski masih kecil-kecilan. Beberapa orang memesan kayu manisnya tetapi ternyata kebanyakan menipu. Setelah kayu manis dikirim, mereka tidak mengirimkan uangnya. Sudah jatuh tertimpa tangga, itu peribahasanya. Usaha kayu manis belum membuahkan hasil, bahkan ditipu, usaha jual-beli mobil bekasnya lesu. Apalagi, ia juga ditipu beberpa pedagang yan menjual mobil bodong. “Kerugian saat itu mencapai Rp. 250 juta,” tuturnya.

Di saat kondisi perusahannya letih lesu, Urpan justru mengambil keputusan untuk menunaikan ibadah haji bersama istrinya pada tahun 1991. Dengan uang seadanya, sebagian hasil pinjaman dari keluarganya, Urpan dan Gladia berangkat ke Tanah Suci.
Di Al-Mutazzam, Urpan berdoa dengan khusuk. Memohonkan ampunan untuk leluhurnya yang sudah meninggal serta meminta keselamatan dan kesehatan bagi keluarga yang masih hidup. Di akhir doa, ia meminta agar Allah menunjukkan jalan dan meridhoi usahanya. Tak lama berselang, telepon genggamnya berbunyi. Isi pesan yang dikirim adiknya mengatakan PT. Salsabila mendapatkan proyek lumpur pengeboran dari sebuah perusahaan ternama. “Doa saya dibayar tunai. Saking senangnya saya menangis sampai “nungging-nungging” ucap Urpan yang kini membina ribuan petani kayu manis di Kerinci. Dari Al Mutazzam inilah terjadi perubahan yang luar biasa pada perusahaannya.

Penjualan kayu manis, yang semula diniatkan untuk membantu mengangkat harga sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan petani, mulai membuahkan hasil. Usaha lumpur pengeboran yang tadinya kecil mulai menggurita. Bahkan untuk memperbesar pemasaran 35 item produk Lumpur pengeborannya, Urpan berpatungan dengan rekannya untuk mendirikan PT. Prima Hidrokarbon Internusa pada tahun 2002. PT. Salsabila menjual secara ritel dan PT. Prima Hidrokarbon masuk ke tender-tender besar. Selain memasok 35 item bahan pendukung Lumpur pengeboran, PT. Prima Hidrokarbon juga melakukan pengeboran sendiri.

Perusahaan terus menggurita. Keenam adik Urpan ikut terlibat untuk membesarkan usaha yang didirikan sulung dari tujuh bersaudara ini. Perusahaan yang memiliki kantor pusat di Cibubur dan pabrik di Karawang ini memiliki sekitar 800 karyawan. Ekspansi usaha terus dilakukan. Bisnis properti (membeli rumah kemudian merenovasinya) yang sebelumnya tidak dirambah mulai dimasukinya. Bisnis perkayuan juga mulai dimasuki. Semua bisnis ini ditangani oleh adik-adiknya.
Sekitar akhir tahun 2005 lalu, Urpan kembali mendirikan perusahaan pemasok pasir, PT Pasir Bumi Nusantara. Salah satu adiknya, Faizal Kadni dipercaya untuk menjalankan usaha tersebut. Dalam hitungan bulan saja, PT Pasir Bumi Nusantara mampu memasok pasir ke Cibubur dan Jalan Kali Malang sebanyak 600-800 kubik per hari.
Si bungsu, Faizin Kadni yang pilih tinggal di Yogyakarta mendirikan perusahaan travel PT. Radin Pratama yang mengusung bendera Radin Tour. “Keberhasilan bukan semata-mata diukur dari banyaknya materi, tetapi juga keberhasilannya dalam membimbing adik-adik dan merukunkan keluarga,” kata Urpan.

Urpan sendiri sering mengatakan bahwa usahanya masih kecil. Namun orang lain, melihat pria ini sosok yang sukses. Buktinya, salah satu rumah produksi meminjam rumahnya untuk dijadikan lokasi syuting. Pelanggan lumpur pengeborannya juga perusahaan ternama, di antaranya Pertamina. Sedangkan penjualan kayu manisnya sudah merambah negara-negara di seantero dunia.

Ketika ditanya kiat suksesnya, Urpan mengatakan keikhlasan dan doa. “Ikhlas bukan berarti kita menyerah terhadp keadaan. Dalam berbisnis kita tetap harus berusaha keras. Berusaha untuk menciptakan produk berkualitas dan berusaha mendapatkan order sebanyak-banyaknya. Walau kita sudah bekerja keras tetapi kalau hasilnya tidak sesuai dengan yang ditargetkan kita harus ikhlas menerimanya. Itulah makna ikhlas yang saya maksud. Selain ikhlas adalah doa. Bagi saya doa itu yang pertama, baru kemudian berusaha. Tetapi banyak orang yang mengatakan berusaha dulu baru berdoa. Silakan, itu pilihan masing-masing orang. Dan jangan lupa, di balik keuntungan yang kita peroleh terdapat harta hak orang lain, diantaranya fakir miskin dan anak yatim piatu. Kalau kita memberikan hak-hak mereka Insya Allah rejeki kita lancar, seperti Salsabila (oase di surga yang airnya terus mengucur,” pungkas pria yang Agustus tahun lalu mengoperasikan SPBU Petronas di Lenteng Agung ini

Seperti Disini

Menaklukkan Metropolitan dengan Modal Kepercayaan

Friday, 06 July 2007


Bukhari UsmanBermodalkan uang pinjaman dari seorang teman, Bukhari Usman memba-ngun PT Tachimita Hoka Utama. Kendati sempat jatuh bangun, kini usahanya terus berkembang.

Apakah orang harus memiliki setumpuk uang untuk bisa memulai bisnis? Jawabannya: mungkin iya, tetapi tidak harus. Banyak modal lain yang bisa dijadikan pijakan awal untuk mendirikan bisnis, misalnya saja keahlian, jaringan, kejujuran atau kepercayaan atau kombinasi dari ketiganya. Jadi uang bukan segala-galanya. Hal ini telah dibuktikan sendiri oleh Bukhari Usman ketika awal-awal membangun PT Tachimita Hoka Utama, perusahaan pemasok plastik, tisu, bahan-bahan kimia, mesin high pressure. Dan belakangan, bakal merambah menjadi pemasok ban untuk alat-alat berat. Sukatna

Namun bukan persoalan yang mudah membangun usaha yang mapan di tengah kerasnya kehidupan metropolitan, apalagi tanpa uang di tangan. Bukhari harus terjerembab beberapa kali. Ini membutuhkan ketegaran dan ketabahan tersendiri.
Bermodalkan uang Rp 50 ribu, Bukhari berangkat dari Aceh untuk mencoba peruntungannya di kota metropolitan. Ketika menginjakkan kakinya di Jakarta, 1996, uang yang tersisa tinggal Rp 3.000.

“Bekal uang itu saya peroleh dari penagihan piutang ketika saya berjualan di koperasi sewaktu di Aceh dulu,” kenang alumnus Fakultas Teknik Mesin Universitas Syah Kuala yang pernah berdagang nasi bungkus semasa kuliah ini.
Menumpang di tempat kakaknya, Bukhari mulai mengajukan lamaran ke sejumlah perusahaan. Tiga bulan berlalu, tak satu pun lamarannya membuahkan hasil. Kebiasaannya merokok pun terpaksa ia hentikan karena tidak memiliki penghasilan. “Saya malu karena terus menerus meminta uang rokok pada kakak. Terpaksa saya berhenti merokok, bukan karena sadar kesehatan tetapi karena memang tidak ada uang,” ungkap pria yang suka bercanda ini.
Pekerjaan pun tak kunjung datang, maka ia kembali pulang ke Aceh. Beban moral menghimpit dadanya. “Saya takut kegagalan ini menurunkan motivasi adik-adik kelas yang masih menempuh kuliahnya. Apa gunanya kuliah susah-susah kalau sulit mencari pekerjaan? Pasti pertanyaan itu muncul di benak mereka sewaktu melihat kegagalan saya,” ujar Bukhari.

Tak tahan dengan beban moral ini, Bukhari kembali ke Jakarta. Setiap hari kegiatannya hanya menulis surat lamaran. Namun, untuk kali ini membawa hasil. Sebuah perusahaan di Cilandak memanggilnya untuk mengikuti tes. Dari 32 calon, tersaring empat orang. Namun dalam tes terakhir Bukhari gagal, karena karyawan yang dibutuhkan hanya dua orang. “Kegagalan itu membawa hikmah karena saya ketemu Pak Arfan. Beliau yang asli Makassar ini menawari pekerjaan sebagai supervisor produksi di Eveready,” kenangnya .

Namun baru 1,5 bulan bekerja, Bukhari diterima sebagai karyawan Trakindo, yang sejak semula ia incar. Dengan rasa sungkan ia ungkapkan persoalan ini ke Arfan. “Tetapi Pak Arfan justru mendukung saya. Beliau tidak tersinggung malah menyemangati,” tutur Bukhari.
Setelah mendapatkan training, Bukhari yang diterima di bagian Service Analysis ini kemudian ditugaskan ke Kalimantan Timur. Lantas bertugas ke Papua. Selama bertugas di pulau paling timur Indonesia ini, Bukhari sempat pulang ke Aceh untuk menyunting Narulita. Namun ia tidak kerasan tinggal di Papua.
“Daripada dipecat lebih baik saya pulang ke Jakarta. Waktu itu tengah krisis moneter. Di Jakarta ketemu dengan partner dari Amerika. Saya dikirim ke Newmont, di Nusa Tenggara Barat, namun hanya betah seminggu. Akhirnya saya mengundurkan diri, pada Januari 2000,” ujarnya. “Istri saya menangis, bapak saya kaget ketika mengetahui saya mengundurkan diri. Padahal saat itu saya tidak mempunyai pekerjaan,”

Kesulitan baru mulai ia hadapi. Untuk menyambung hidupnya, Bukhari berjualan celana jeans. Celana yang ia beli dengan harga Rp 25 ribu per potong dijual Rp 100 ribu dua kali bayar. “Sejak saat itu saya bertekad tidak ingin mencari pekerjaan tetapi ingin menjadi pengusaha,” ucap bapak dari Cut Kemala Hayati, Rais Hidayatullah dan Cut Mutia Rahma ini.

Ia mulai menawarkan proposal sebagai pemasok kebutuhan bahan kimia ke Trakindo. Maret 2000, proposalnya tembus dan mendapat order Rp 38,85 juta. Mestinya Bukhari senang, tetapi ia justru kelimpungan karena tidak memiliki modal.“Saya telepon Pak Fauzi (Iskak, bos BeKaos). Ternyata beliau menyanggupi untuk memberikan pinjaman. Dengan naik angkot saya menemui Pak Fauzi dan meminjam Rp 20 juta. Pak saya pernah mendengar uang sebesar ini tetapi baru sekarang memegangnya. Melihat keluguan saya, Pak Fauzi menjadi trenyuh dan percaya,” kata Bukhari mengenang. Padahal sebelum transaksi ini keduanya baru bertemu sekali.


Belum sempat uangnya cair, lagi-lagi Bukhari mendapat order. Ia butuh modal lagi Rp 80 juta. Dan lagi-lagi, Fauzi Iskak menyanggupinya. Bukhari membayar kepercayaan ini. Setelah uangnya turun ia mengembalikan pinjaman tersebut. Pada Mei 2000 ia mendapat order lagi dan butuh modal Rp 90 juta. Fauzi Iskaklah dewa penolongnya. “Pak uang yang saya serahkan ini senilai satu mobil,” Bukhari menirukan Fauzi.
Bukhari kaget mendengar pernyataan Fauzi ini. Ia mengira Fauzi tidak percaya kepadanya. “Kalau setelah Bapak menyerahkan uang ini tidak bisa tidur, lebih baik saya tidak mengambilnya. Ternyata, yang dimaksud beliau adalah bisnis ini sudah besar sehingga sudah waktunya saya mendirikan usaha dengan bendera sendiri, karena selama ini saya menggunakan bendera orang lain,” imbuh satu-satunya anak laki-laki dari pasangan Usman-Maryam ini.
Atas saran Fauzi, 27 Mei 2000 Bukhari mendirikan PT Tachimita Hoka Utama.Tachimita Hoka dalam bahasa Aceh berarti coba cari kemana. “Ini sebagai instruksi bagi diri saya sendiri untuk selalu berusaha dan selalu mencari peluang,” terang pria ramah ini.




Meski bendera bisnis telah didirikan, dan order mulai berdatangan bukan berarti kesulitan telah terlampaui. Berkantor di rumah kakaknya tanpa fasilitas komputer dan fax, tentu saja sulit bagi Bukhari untuk bisa meningkatkan pertumbuhan usahanya secara signifikan. Ia mulai mencari talangan dana untuk membeli komputer dan fax, karena selama ini order difax melalui wartel milik tetangga. Setelah enam bulan memiliki komputer dan fax, usahanya berkembang pesat. Bukhari mengontrak sebuah rumah di dekat pemakaman umum. “Kata orang angker, tetapi karena sewanya murah saya ambil kontrak dua tahun,” ujarnya.
Baru seminggu pindah kantor, Bukhari sudah berhasil membeli mobil Kijang. Satu tahun sesudah itu Bukhari berhasil membeli rumah di Kompleks Merpati, seluas 365 M2, waktu itu seharga Rp 200 juta. “Saya pindah ke rumah, meski kontraknya masih sisa satu tahun.”

Tiga bulan kemudian ia berhasil membeli ruko senilai Rp 350 juta di Jalan Peta Selatan. Karena uangnya kurang, separuhya ditalangi bank. Ia juga mulai memikirkan ekspansi usaha ke bisnis minimarket di daerah Peta Selatan dan Peta Barat. Alih-alih mendongkrak penghasilan, justru bisnis minimarket membuatnya kelimpungan. “Pada waktu juga banyak tempat perbelanjaan yang lebih besar. Jadi ibaratnya saya berjualan bensin di belakang SPBU. Masih mending kalau di depannya, ini di belakangnya,” katanya mengambil perumpamaan.
Karena mengurusi minimarket, order bahan-bahan kimia, plastik dan tisu turun drastis. Ia kembali merintis dari nol. Namun, berkat kejujuran dan keuletan bisnis yang sempat ia cuekin ini pulih kembali. Selain order dari Trakindo, Tachimita juga mendapatkan order dari sejumlah perusahaan lainnya. Bahkan untuk keperluan khusus beberapa hotel berbintang lima memesan plastik dari Tachimita.

“Uniknya, para pelanggan saya banyak yang belum ketemu muka. Semua transaksi berdasarkan atas saling percaya. Bahkan pelanggan yang belum pernah bertemu muka dengan saya sering memberikan rekomendasi kepada temannya. Jadi marketingnya berantai,” sebut pria yang menomorkan satukan kejujuran dan kepercayaan dalam berbisnis ini.
Berdasarkan pengalaman itu, Bukhari hanya akan berekspansi ke bisnis yang masih terkait dengan alat-alat berat dan pertambangan. Selain memasok Tachem (Tachimita Chemical), ia juga merambah ke high pressure dan ban kendaraan peralatan berat. Untuk high pressure semula ia mengimpor dari Cina. Tetapi belakangan ia mengimpor high pressure bermerek Idro Base dari Italia. Bahkan secara lesan ia sudah ditunjuk sebagai sole agent untuk Indonesia. “High pressure dari Italia kualitasnya terjamin. Lagipula kalau sudah menunjuk suatu perusahaan sebagai sole agent semua distribusi di Indonesia harus melalui perusahaan itu. Berbeda dengan produk Cina, siapa pun bisa mengimpornya,” papar Bukhari.

Kehidupan Bukhari saat ini jauh lebih baik dibandingkan 10 tahun lalu ketika ia pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta. Itu semua berkat kejujuran, kepercayaan dan pertemanan. Dan tentu saja keuletan.

sumber favorit saya

Penumpuk Fulus dari Kampus

Tuesday, 06 January 2009

Sejatinya kampus merupakan tempat menyemaikan ilmu, tapi sudah banyak bukti warga kampus yang berhasil menjadi penghasil fulus . Sukatna Panca M

Ini adalah kisah imigran dari Taipei, Taiwan. Berbekal pengetahuan bahasa Inggris satu kosa kata shoe (sepatu), Jerry Yang bersama ibu dan adiknya bergi dan menetap di San Jose, California, Amerika Serikat.

Siapa pun tidak akan pernah menyangka kelak bocah asal Taiwan ini akan menjadi orang yang sangat terkenal di seantero jagad, juga menjadi salah satu miliarder dunia. Jerry Yang, si bocah imigran kelahiran 1968 ini dan karibnya satu kampus di Standford Uiversity, David Filo, adalah pendiri Yahoo!

Muasalnya, ketika kuliah program Ph.D di Electrical Engineering Standford University, kedua karib yang kecanduan menjelajah dunia maya ini seringkali mengalami kesulitan ketika mencari sesuatu di dunia maya. Tak disangka, bahkan oleh Jerry sendiri, kelak kesulitan atau problem inilah yang akan mengangkat nama dirinya dan David Pilo. Ringkasnya: kesulitan menjadi peluang atau problem menjadi solusi. Maka lahirlah Yahoo!, gurita bisnis yang kompetensinya intinya menyediakan mesin pencari di internet (search engine).

Dari sebuah trailer di Stanford University, Februari 1994, Jerry dan David mulai rajin mengumpulkan link-link dengan membuat indeks atas situs-situs web favorit mereka. Karena terlalu panjang list berupa link dari situs yang telah mereka temukan disusun menjadi kategori-kategori tertentu. Tetapi dengan jalan membagi ke dalam kategori pun ternyata link dan list mereka masih terlalu panjang sehingga mereka memecahnya lagi ke dalam sub-kategori. Inilah embrio Yahoo!

Awalnya search engine ini digunakan untuk keperluan sendiri. Namun antusiasme pengguna lain membuat Jerry dan David meminjam komputer-komputer kampus. Begitu banyaknya pengguna, jaringan di kampus menjadi sangat terbebani sehingga para pejabatnya meminta Jerry dan David menyewa server (hosting) di luar. Itulah cikal bakal Yahoo! menjadi sebuah bisnis dengan nilai miliaran dolar.

Agaknya Stanford University memang ditakdirkan sebagai universitas yang melahirkan miliarder di bidang teknologi informasi. Larry Page dan Sergey Brin, mahasiswa program Ph.D Ilmu Komputer juga tercatat sebagai pengumpul fulus ketika berhasil mendirikan mesin pencari Google yang difasilitasi oleh Profesor mereka David Cherington. Baik Larry Page maupun Sergey Brin tercatat sebagai miliarder d dunia.

Bill Gates dan Paul Allen juga mulai “berbisnis” ketika mereka duduk di bangku kuliah. Bahkan jiwa entrepreneurship Bill jauh lebih dini muncul. Ketika kelas VI ia mendapatkan nilai A untuk paper-nya yang berisi garis besar rencana masa depannya untuk membentuk Gatesway Incorporated, sebuah perusahaan yang ia ambisikan memasarkan sistem perawatan jantung ke rumah-rumah sakit. Demam kewirausahawanan ini terus berlanjut sampai ia duduk di SMU. Ketika itu dengan rasa percaya diri ia menceritakan kepada temannya, bahwa dirinya akan menjadi jutawan pada usia 20 tahun. Terbukti, di kemudian hari bersama sahabatnya yang juga kakak kelasnya di Lake Side, Paul Allen ia mendirikan Microsoft dan selama 13 kali tercatat sebagai orang terkaya di dunia.

Apa makna dari kisah-kisa di atas? Makna yang jelas-jelas tegas adalah: dunia kampus, termasuk pertemanan di dalamnya, bisa dijadikan tolak pijak untuk membangun sebuah bisnis, yang skalanya bukan gurem melainkan gurita.

Kecambah bisnis yang tumbuh di kampus itu terbukti bisa terus bertumbuh. Bahkan beberapa di antaranya menjadi pohon yang luar biasa kuat dengan buah-buah yang bisa dirasakan orang di seantero dunia.

Meskipun skalanya tidak sefenomenal kisah-kisah di atas, dan datangnya baru belakangan, kampus sebagai lahan tumbuhnya kecambah bisnis juga terjadi di Indonesia.

Di tengah kesibukan menuntut ilmu, sejumlah mahasiswa yang tersebar di beberapa kampus di Indonesia, mulai jeli menangkap peluang bisnis. Kebanyakan di antaranya justru menghasilkan gagasan bisnis baru, yang di dunia bisnis di luaran belum ada.

Tengok kisah sukses Dagadu. Waktu itu tahun 1994. Sejumlah mahasiswa Jurusan Arsitektur UGM memiliki ketertarikan yang sama terhadap dunia pariwisata. Maklumlah, Yogyakarta selain terkenal sebagai kota pelajar juga menjadi destinasi wisata pilihan bagi turis lokal dan turis mancanegara. Mereka mulai mendesain kaos dan pernak-pernik lain yang bertutur Yogyakarta. Dengan kreatifitas yang tinggi mereka menciptakan desain kaos dan menyablon kata-kata atraktif. Karena berbeda dengan desain mainstream, dengan segera produk mereka mudah dikenali konsumen. Dan sesegera pula menjadi souvenir pilihan bagi para pelancong. Sampai-sampai muncul pendapat ekstrim bahwa seseorang belum “absah” melancong ke Yogyakarta kalau belum memakai souvenir Dagadu. Karena Yogyakarta adalah Dagadu dan Dagadu adalah Yogyakarta.

Simak juga awal merebaknya distro di Bandung yang kemudian menyebar ke kota-kota besar di Indonesia. 347 Boardrider yang tercatat sebagai salah satu pionir bisnis distro di Bandung, dikomandoi Dendy Darman, yang waktu itu berstatus sebagai mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Sebagai mahasiswa kondisi keuangan Dendy tidak terlalu berlebihan. Ia hidup dengan mengandalkan uang kiriman orang tuanya, sementara ia memiliki hobi berselancar dan tergabung dalam komunitas underground. Dalam kegiatannya ia harus memakai kaos “seragam” wajib yang berasal dari luar negeri yang harganya sangat mahal untuk ukuran mahasiswa. Maka bersama empat rekannya Dendy memproduksi kaos-kaos oblong dengan gambar yang berbeda dari yang ada sebelumnya. Juga celana dan atribut surfing & skateboarding. Pada awal usahanya Dendy dan keempat rekannya memasarkan produknya kepada para komunitas mereka. Masuk pada tahun keempat, pemasarannya mereka sudah meluas. Produk-produk mereka pajang di gerai Jalan Trunojoyo Bandung. Para pelanggannya bukan hanya warga Bandung, tetapi juga warga kota-kota lainnya. Bahkan pelanggannya ada yang berasal dari Inggris, Australia, Spanyol dan Jepang.

Bisnis mahasiswa memang tidak bisa diremehkan sebagai bisnis coba-coba. Banyak di antaranya yang bisa menghasilkan omset ratusan juta per bulan. Facrullah, yang memulai usahanya ketika berstatus sebagai mahasiswa Ekonomi Universitas Sriwijaya contohnya.

Facrullah, di sela-sela kuliahnya menjalankan bisnis menjual lihab (matras khas Palembang). Dengan menjual lihab sajadah antik, bed cover lihab, lihab jok mobil dan matras, Fracrullah bisa meraih omset Rp400 juta/bulan (tahun 2005). Produknya tidak hanya diserap di Pulau Sumatra, melainkan juga merambah konsumen di Jawa, Kalimantan. Pasar luar negeri seperti Malaysia, Singapura dan Arab Saudi. Facrullah mengakui bisnis ini memang sudah ia mulai sejak duduk di bangku SMU. Namun menjadi bisnis yang besar setelah ia duduk di bangku kuliah. Sejak bergabung menjadi anggota Konsultasi Bisnis dan Penempatan Kerja (KBPK) Unsri, “jiwa bisnis saya menjadi lebih terasah.”


Zahir Internasional, perusahaan yang menyediakan software untuk decision support perusahaan, embrionya juga dibangun Fadil Basymeleh ketika masih duduk sebagai mahasiswa ITB. Kini Zahir tercatat sebagai salah satu perusahaan pembuat software papan atas di Indonesia. Berbagai penghargaan berskala nasional telah disabetnya. Pelanggannya terentang mulai dari perusahaan UMKM, perusahaan nasional sampai multinasional.

Tel-Access, salah satu perusahaan dengan para pelanggan perusahaan-perusahaan telekomunikasi terkemuka di Indonesia, dirintis oleh Boy Hidayat Lubis dan rekannya ketika mereka menjelang lulus dari ITB. Di sela-sela mengerjakan skripsinya, Boy membuat software yang pada waktu itu dimanfaatkan oleh salah satu bank terkemuka di Indonesia.

Terbukti bahwa tunas-tunas bisnis bisa diciptakan oleh para mahasiswa, di sela-sela mereka memperdalam ilmunya. Peluang selalu menghampiri mereka yang jeli. Bety Rahmawati, kini sudah lulus dari Institut Pertanian Bogor Jurusan Perikanan, melihat peluang untuk menyediakan benih ikan bawal ketika kuliahnya menginjak semester dua. Ia melihat peluang dari banyaknya petani ikan bawal di Cianjur yang kesulitan mendapatkan larva bawal. Ia rela menangguhkan uang pembayaran SPP demi menggeluti bisnis ini. Ia kemudian menjalin kerja sama dengan kakak kelasnya yang memiliki farm di Bogor untuk mendapatkan larva bawal. Keputusannya untuk menangguhkan pembayaran uang SPP tersebut ternyata tidak salah. Kini bisnis penyediaan larva bawal itu semakin besar, bahkan permintaannya bukan hanya dari petani ikan di Cianjur tetapi juga wilayah-wilayah lain. Bahkan para petani ikan di luar Jawa. “Tetapi saya lebih berkonsetrasi untuk menyediakan larva bawal untuk para petani Cianjur dan sekitarnya,” ungkap Bety beberapa waktu lalu.

Bukan hanya Bety yang memulai bisnis ketika baru menginjak semester awal di bangku kuliah. Annisa Putrinda, atau akrab dipanggil Icha, juga sudah menjalankan bisnis money changer Trend Valasindo, ketika duduk di semester awal di London school. Kini ia dengan disiplin mengatur jadwal antara menjalankan bisnis money changer dan kuliah. “Keduanya bisa dijalani dengan baik,” sebutnya.

Elang Gumilang, mahasiswa IPB, lebih fenomenal lagi. Setelah berkali-kali mencoba bisnis kecil-kecilan, akhirnya menjalankan bisnis yang lebih besar. Bisnis propertinya kini sudah bernilai belasan miliar. “Mahasiswa kalau berbisnis jangan mengandalkan otot tetapi akal,” ujarnya membagi saran sebagaimana ia mengutip saran dari dosennya tersebut.

Bisnis warga kampus ini seringkali menghasilkan produk-produk inovatif, sehingga belum ada di pasaran luas sebelumnya. Ahsan Abduh Andi Sihotang, mahasiswa Teknologi Industri IPB, bersama keempat rekannya Ary Try Purbayanto, Nadiyah Khaeriyyah, Muhammad Akhlis Mustaghfiri dan Linda Mikowati berhasil memproduksi susu jagung, di saat harga susu sapi harganya melesat seperti roket.

Susu jagung yang diberi merek O-Thanx ini pernah menyabet juara II dalam Young Entrepreneur Award 2007. Selain lebih murah dibandingkan susu sapi, susu jagung ini juga memiliki kelebihan tersendiri. Selain dapat memulihkan energi atau stamina dalam waktu relatif cepat juga bisa menjaga kesehatan mata, hati, lambung, usus dan bebas kolesterol. Kadar seratnya yang tinggi bisa memperlancar pencernaan dan kadar gulanya yang rendah sangat cocok untuk program diet. Pun bisa mengobati penyakit diabetes dikarenakan mengandung gula alami.

Saat ini O-Thanx belum masuk ke toko-toko, karena produksinya langsung habis terserap dari permintaan langsung. Tetapi pemasaran ke toko ritel dan pemasaran, sudah masuk dalam agenda ke depan. Meski masuk ke pemasaran ritel, tetapi Ahsan, tetap akan memosisikan sebagai produk eksklusif namun dengan harga yang terjangkau.

Masih dari warga kampus IPB, Feni Indah Kusumawati, Marlinda Sari, Desi Nurmasari, dan Rachmat melakukan inovasi dengan memproduksi permen berbahan baku wortel, yang diberi merek Vita Sweet. Di pasaran yang ada saat ini permen lebih banyak diartikan “monster” bagi kesehatan gigi anak-anak. Selain itu, rasa manis membuat anak-anak enggan makan sehingga asupan gizi anak-anak menjadi problem. Dengan kejelian, mereka tetap mempertahankan daya tarik sebuah permen tetapi diimbangi dengan asupan vitamin karena berbahan baku wortel. Bahkan produk yang ditargetkan untuk anak-anak ini, menurut mereka berempat juga digandrungi segmen orang-orang tua.

Kata mereka, permen ini memang menjadi alternatif jajanan sehat, sebagaimana yang tertulis dalam tagline “permen alternatif jajanan sehat.” Itu sebabnya, inovasi ini benar-benar hanya berbahan baku alami, tanpa tambahan zat kimia lainnya. Tetapi memang tidak mudah bagi mereka berempat untuk menghasilkan permen dengan rasa enak dan berbahan baku alami serta sehat. Rasa dasar wortel memang agak langu. Itulah yang menyebabkan mereka sulit untuk menemukan formula permen wortel yang rasanya enak. Baru setelah mereka berkonsultasi dengan dosen teknologi pangan, formula yang mereka inginkan bisa ditemukan.

Menilik dari kisah-kisah bisnis warga kampus tersebut maka ada beberapa benang merah yang bisa kita dapatkan. Pertama, bisnis para mahasiswa bisa berkembang menjadi bisnis yang besar karena adanya kelompok Mastermind. Yang harus dipahami mastermind di sini tidak seperti mastermind dalam melakukan persekongkolan jahat seperti membuat kerusuhan atau perampokan bank. Mastermind di sini lebih sering diartikan sebagai dalang. Mastermind dalam pengertian bisnis para mahasiswa adalah seperti definisi yang diberikan penulis terkenal Napoleon Hill: “dua atau lebih pikiran yang secara aktif bekerja bersama dengan keselarasan menuju ke suatu tujuan bersama yang jelas.”

Hampir sebagian besar bisnis mahasiswa dibangun oleh dua orang atau lebih. Jarang sekali bisnis yang dibangun sendirian. Lihat kembali sukses Dagadu, 347 Boardrider, Tell-Acces, Vita Sweet, O-Thanx dan penyedia larva bawal. Kesuksesan mereka melibat kerja bersama dari dua orang atau lebih seperti yang didefinisikan oleh Napoleon Hill. Oleh karena itu, bagi mahasiswa/mahasiswi yang ingin berbisnis sebaiknya memanfaatkan keahlian dan kemampaun dari beberapa orang sekaligus. Selain bisa menghasilkan pemikiran yang lebih baik (tentu saja dibarengi dengan produk yang lebih juga), biasanya modal atau dana bisnis mahasiswa relatif terbatas. Modal patungan mungkin setidaknya lebih bisa mengatasi persoalan tersebut.

Kedua, bisnis mahasiswa biasanya memanfaatkan jaringan lingkungan kampus saat bisnis baru dibangun. Boneka Horta (boneka yang memilki rambut yang bisa tumbuh) yang ditemukan dan diproduksi para mahasiswa IPB juga banyak dibeli oleh mahasiswa di lingkungan mereka. Vita Sweet juga lebih dulu beredar di lingkungan IPB. Demikian juga dengan susu jagung O-Thanx, awalnya dijual di lingkungan IPB, sebelum kemudian banyak menerima order dari luar lingkungan IPB.

Ketiga, bisnis warga kampus biasanya terkait dengan disiplin ilmu yang mereka geluti. Kaos-kaos dan souvenir Dagadu yang terbilang unik saat itu tak terlepas dari kemampuan para mahasiswa Arsitek UGM dalam membuat desain unik. 437 Boardrider juga tidak terlepas dari kemampuan Dendy Darman membuat desain yang ia asah di Seni Rupa ITB. Tell-Access juga masih terkait dengan disiplin ilmu yang digeluti Boy Hidayat Lubis dan rekannya di ITB. Kesuksesan software Zahir Internasional juga diberi landasan kuat oleh kompetensi Fadil Basymeleh sebagai mahasiswa ITB. Penyediaan larva ikan bawal oleh Bety juga masih terkait dengan pengetahuan Bety sebagai mahasiswi perikanan IPB. O-Thanx bisa dikembangkan secara maksimal karena Ahsan kuliah di Teknologi Industri IPB. Vita Sweet memiliki formula yang pas antara rasa yang manis selayaknya permen lain tetapi memiliki asupan vitamin karena para penemunya adalah mahasiswa dan mahasiswi yang belajar tentang teknologi pangan.

Jika ingin mengutip/menyebarluaskan artikel ini harap mencantumkan sumbernya.


"Siap pak .Majalah pengusaha oke banget."

CYBERCRIME SUDAH JADI KOMODITI BISNIS

Cybercrime terus berevolusi dari tahun ke tahun, mulai dari tekniknya hingga wujudnya. Untuk tahun ini, Cisco, perusahaan IT asal Amerika, mengungkapkan bahwa cybercrime sekarang sudah bergerak bagaikan sektor bisnis.

"Di saat krisis seperti ini, online crime menjadi salah satu usaha yang tetap mendapatkan keuntungan. Teknik yang mereka gunakan sudah seperti bisnis sungguhan," ujar System Engineering Director Cisco Indonesia, Prio Utomo, dalam acara Cisco 2009 Midyear Security Report yang berlangsung di Plaza Senayan, Jakarta, Kamis (6/8).

Untuk mengetahui lebih jelas pendekatan bisnis pada cybercrime, Cisco mengungkapkan empat hal yang biasanya digunakan penjahat dunia cyber. Yang pertama adalah costumer acquisition. Costumer acquisition adalah usaha untuk memancing pengguna komputer mengakses situs berbahaya atau malicious software. Terkadang event besar juga dimanfaatkan untuk melakukan hal ini.

"Ketika Michael Jackson meninggal, 2 miliar spam dikirimkan dalam sehari. Memang kebanyakan untuk inform, tetapi spam tersebut bisa mengandung malicious code atau virus," ungkap Prio Utomo.

Hal kedua adalah product. Product yang dimaksud adalah bagaimana penjahat dunia cyber menawarkan aplikasi-aplikasi berbahaya kepada pengguna komputer. Agar terpancing untuk menggunakan aplikasi yang ditawarkan, biasanya penjahat dunia cyber melakukan spam indexing (memanipulasi tingkat kepercayaan sebuah aplikasi) dan scareware (memanipulasi hasil scan anti-virus).

Hal ketiga adalah partnership. Tidak hanya di dunia bisnis, di dalam dunia cybercrime pun ada yang namanya joint venture, yang di dalamnya beberapa produsen bergabung untuk menyebarkan malware mereka.

"Salah satu contoh partnership adalah Conficker dan Waledac yang bekerja sama untuk saling melengkapi. Waledac menggunakan botnet conficker untuk menyebarkan spam,� jabar Prio Utomo mengenai contoh partnership cybercrime.

Yang terakhir adalah insider threat atau ancaman dari dalam. Selama ini banyak perusahaan menganggap cybercrime selalu datang dari luar, padahal cybercrime bisa saja terjadi dari dalam. Karyawan sebuah perusahaan bisa memanfaatkan data rahasia perusahaannya untuk mencari uang atau balas dendam.

"Potensi insider threat makin besar terjadi karena masalah ekonomi. Info yang mereka tahu adalah salah satu jalan cepat untuk mendapatkan uang," tukas Prio Utomo.

Untuk menghindari terjebak dalam bisnis cybercrime ini, Cisco mengatakan bahwa pengguna komputer harus lebih aware terhadap apa yang mereka akses atau gunakan melalui komputer mereka.

Sumber : kompas tekno di sini

Silaturahmi Meluaskan Rezeki dan Memperpanjang Umur

PDF Cetak E-mail

Manfaat lain dari membina hubungan antar sesama—atau dalam bahasa Islamnya adalah silaturrahim—adalah bahwa ia bisa membuat rezeki seseorang menjadi bertambah luas dan memperpanjang usia. Hal ini disitir dari hadits Nabi Saw yang berbunyi:

?? ??? ?? ???? ?? ?? ???? ????? ?? ?? ???? ????? ????. ???? ???????
”Siapa yang ingin rezekinya diperluas dan umurnya panjang maka hendaknya ia bersilaturrahmi.”
(HR. Bukhari)

Apakah maksud dari sabda Nabi Saw ini?! Mungkin banyak orang di antara kita yang menyanggah bukankah rezeki dan umur sudah Allah SWT tetapkan bahkan sebelum kita dilahirkan?!

Maka dalam menyikapi hadits shahih dari Rasulullah Saw kita harus memiliki pandangan yang bijak, sebab boleh jadi apa yang disampaikan Rasulullah Saw ini adalah makna tersirat bukan yang tersurat.

Beberapa makna yang dapat saya pahami dari hadits ini antara lain adalah:
1. Allah SWT akan memanjangkan umur sebab silaturrahmi. Karena kita rajin menjalin dan membina hubungan baik dengan sesama, maka kita akan dicintai dan disenangi orang. Meski kita sudah wafat berkalang tanah sekalipun, namun nama kita masih disebut dan dikenang orang. Coba Anda perhatikan tokoh-tokoh besar yang jasanya masih disebut orang hingga sekarang. Karena kebaikan hubungan yang pernah mereka bangun, dan jasa mereka terhadap orang lain, meski sudah wafat pun ia tetap dikenang orang dan itu menjadi doa kebaikan untuknya.

2. Silaturrahmi dapat memanjangkan umur juga bisa dipahami bahwa Allah SWT memberi keberkahan pada seseorang. Katakanlah untuk menjadi seorang dokter spesialis seseorang harus menimba ilmu bertahun-tahun. Saat ia praktik pun ia boleh memasang tarif sekehendak hatinya. Namun bila ada seseorang yang rajin menjalin hubungan baik dan suka bersilaturrahmi kepada dokter spesialis ini, tentu sang dokter akan enggan menerima bayaran dari orang baik tersebut. Ini boleh jadi yang disebut sebagai menambah rezeki. Dan disamping itu, orang baik yang suka bersilaturrahmi kepada dokter ini boleh bertanya apa saja kepada dokter tentang ilmu yang dokter kuasai tanpa harus kuliah kedokteran yang memakan waktu bertahun-tahun. Pria itu bisa dapat informasi tentang ilmu medis dalam waktu singkat tanpa harus buang-buang umur. Bukankah ini yang namanya panjang umur?! Apalagi, sang dokter pastilah akan dengan senang hati menjawab semua pertanyaan orang baik ini yang senantiasa menjaga hubungan silaturrahmi.

3. Saya baru-baru ini terkesima membaca sebuah artikel guratan Hendro Prasetyo di internet yang menyingkap hikmah dari sebuah kebiasaan silaturrahmi. Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa antara tahun 1965–1974 ada dua orang ahli epidemi penyakit yang melakukan riset pada gaya hidup dan kesehatan penduduk Alameda County, California yang berjumlah 4.725 orang.

Hasil menarik dari riset itu adalah bahwa mereka menemukan bahwa angka kematian tiga kali lebih tinggi pada orang yang eksklusif (tertutup) dibandingkan orang-orang yang rajin bersilaturrahmi dan menjalin hubungan.

Pada artikel tersebut juga disampaikan bahwa ada sebuah riset yang pernah dilakukan pada penduduk Seattle ditahun 1997. Riset tersebut menyimpulkan bahwa biaya kesehatan lebih rendah didapati pada keluarga yang suka bersilaturrahmi dengan orang lain, dan konon keluarga yang seperti ini jauh lebih sehat dibandingkan keluarga-keluarga lain.

MacArthur Foundation di AS mengeluarkan kesimpulan sejalan yang menyatakan bahwa manusia lanjut usia (manula) bisa bertahan hidup lebih lama itu karena disebabkan mereka kerap bersilaturrahmi dengan keluarga dan kerabat serta rajin hadir dalam pertemuan-pertemuan.

Subhanallah..., begitu dahsyatnya manfaat silaturrahmi yang diajarkan oleh Rasulullah Saw hingga ilmu pengetahuan modern telah membuktikan kebenaran bahwa ia dapat memperpanjang umur!!!

Lalu bagaimana silaturrahmi bisa menambahkan rezeki?! Rezeki bisa mudah dicari selagi kita punya hubungan baik dengan sesama. Karena suka berbuat baik terhadap orang lain, maka mereka pun akan berbuat baik kepada kita. Inilah yang seterusnya akan berkembang menjadi trust, kepercayaan, amanah. Bagaimana seseorang akan mempercayakan hartanya kepada kita untuk diurus dan dikelola, kalau kita tidak mempunyai hubungan baik kepadanya?

Seorang sosiolog Harvard bernama Mark Granovetter melakukan riset pada cara bagaimana orang mendapatkan pekerjaan. Riset ini dilakukan pada tahun 1970-an. Ia menemukan bahwa mayoritas orang mendapat pekerjaan berdasarkan koneksi pribadi. Karena koneksi atau hubungan silaturrahmi itulah seseorang mendapatkan pekerjaan.

Silaturrahmi yang mendatangkan rezeki barangkali terjawab dalam beberapa pengalaman ini;
Suatu hari ayah berpesan pada saya agar selalu datang setiap pagi ke rumah orang tua sebelum berangkat mencari nafkah. Beliau meminta ini sebab berkaca kepada seorang ibu janda yang sukses dalam mendidik anak-anaknya.

Saat ditanya oleh ayah saya, ibu itu selalu berpesan kepada ketiga anaknya untuk mencium tangannya terlebih dahulu sebelum mereka semua memulai aktifitas hari-hari mereka. Ketika anak-anaknya pergi meninggalkan rumah, ibu itu mengantarkan mereka dengan iringan doa hingga Allah beri keberkahan dan kebaikan yang banyak untuk anak-anaknya.

Seorang sahabat bernama Hisyam Said. Seperti kebanyakan pengusaha, maju-mundur bisnis adalah hal biasa. Namun belakangan ini bisnis fast food yang ia jalani begitu cepat berkembang. Puluhan outlet bernama Paparon Pizza sudah mengisi sudut-sudut kota di tanah air. Hisyam menyadari bahwa bisnis yang ia jalani amat erat bergantung dengan keridhaan ummi atau ibunya. Meski kantor pusat pizza tersebut berada di Warung Jati, Jakarta Selatan, namun ia malah memilih berkantor di kawasan Kramat, Jakarta Pusat. Di sana setiap pagi dan sore, Hisyam bisa mengunjungi umminya yang sudah berusia 80 tahun lebih dan menghiburnya di masa-masa tua usianya.

“Ridhallahi fi ridhal waalidaini, wa sukhtullahi fii sukhtil walidaini.” Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah juga berlaku sedemikian.

Demikianlah keberkahan Allah yang diturunkan bagi hamba-hambaNya yang kerap menyambungkan tali silaturahmi. ***

Oleh: Bobby Herwibowo, Lc. sumber....SUMBER....sumber.....SUMBER.....sumber.....SUMBER.....sumber