Minggu, 05 Juli 2009

Howard Schultz, Kisah Secangkir Kopi Yang Mendunia

Senin, 12-Januari-2009; 14:52:38 WIB

Oleh : Team Andriewongso.com

Apa yang akan Anda lakukan jika ide Anda ditolak dan dilecehkan-bahkan dianggap gila-oleh
217 orang dari 242 yang diajak bicara? Menyerah? Atau malah makin bergairah? Jika pilihan
terakhir ini yang Anda lakukan, barangkali suatu saat, sebuah impian membuat bisnis kelas
dunia bisa jadi milik Anda.
Yah, itulah kisah nyata yang dialami oleh Howard Schultz, orang yang dianggap paling berjasa
dalam membesarkan kedai kopi Starbucks. "Secangkir kopi satu setengah dolar? Gila! Siapa
yang mau? Ya ampun, apakah Anda kira ini akan berhasil? Orang-orang Amerika tidak akan
pernah mengeluarkan satu setengah dolar untuk kopi," itulah sedikit dari sekian banyak cacian
yang diterima Howard, saat menelurkan ide untuk mengubah konsep penjualan Starbucks.
Dalam buku otobiografinya yang ditulis bersama dengan Dori Jones Yang- Pour Your Heart Into
It; Bagaimana Starbucks Membangun Sebuah Perusahaan Secangkir Demi Secangkir-Howard
menceritakan bagaimana ia merintis "cangkir demi cangkir" dan menjadikan Starbucks sebagai
kedai kopi dengan jaringan terbesar di seluruh dunia.
Awalnya, Howard Schultz adalah seorang general manager di sebuah perusahaan bernama
Hammarplast. Suatu kali, ia datang ke Starbucks yang pada awalnya hanyalah toko kecil
pengecer biji-biji kopi yang sudah disangrai. Toko ini dimiliki oleh duo Jerry Baldwin dan Gordon
Bowker sebagai pendiri awal Starbucks. Duo tersebut memang dikenal sangat getol
mempelajari tentang kopi yang berkualitas. Melihat kegairahan mereka tentang kopi, Howard
pun memutuskan bergabung dengan Starbucks, yang kala itu baru berusia 10 tahun. Ia pun
segera bisa dekat dengan Jerry Baldwin. Sayang, hal itu kurang berlaku dengan Gordon Bowker
dan Steve, seorang investor Starbucks baru. Meski begitu, Howard tetap berusaha beradaptasi
dan mencoba mengenalkan berbagai ide pembaruan untuk membesarkan Starbucks.
Suatu ketika, Howard Schultz datang dengan ide cemerlang. Ia mendesak Jerry untuk
mengubah Starbucks menjadi bar espresso dengan gaya Italia. Setelah perdebatan dan
pertengkaran yang panjang, keduanya menemui jalan buntu. Jerry menolak karena meskipun
idenya bagus, Starbucks sedang terjerumus dalam utang sehingga tidak akan mampu
membiayai perubahan.
Howard pun lantas bertekad mendirikan perusahaan sendiri. Belajar dari Starbucks, ia tidak
mau berutang dan memilih berjuang mencari investor. Dan, pilihan inilah yang kemudian
membuatnya harus bekerja ekstra keras. Ditolak dan direndahkan menjadi bagian keseharian
yang harus dihadapinya.
Tekad itu terwujud--dan bahkan--dengan uang yang terkumpul dari usahanya, ia berhasil
membeli Starbucks dari pendirinya. Namun, kerja keras itu tak berhenti dengan terbelinya
Starbucks. Saat terjadi akuisisi, ia mendapati banyak karyawan yang curiga dan memandang
sinis perubahan yang dibawanya. Tetapi, dengan sistem kekeluargaan, ia merangkul karyawan
dan bahkan memberikan opsi saham sehingga sense of belonging karyawan makin tinggi.
Kini, dibantu dengan CEO yang diperbantukannya, Orin C Smith, Howard berhasil
mengembangkan Starbucks hingga puluhan ribu cabang di seluruh dunia. Ia juga menekankan
layanan dengan keramahan pada konsumen, dan di sisi lain, memperlakukan karyawan sebagai
keluarga. Dengan cara itu, Howard terus berekspansi hingga terus menjadi kedai kopi terbesar.
Howard Schultz adalah gambaran kegigihan seseorang dalam mewujudkan ide. Meski
diremehkan pada awalnya, Howard tetap bertahan dan akhirnya membuktikan bahwa dengan
tindakan nyata, semua ide bisa menjadi nyata. Kepedulian yang ditunjukkan dengan
"memanusiakan" semua karyawannya juga telah membuatnya makin disegani sehingga mampu
terus memperbesar usahanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar