Minggu, 09 Agustus 2009

Penumpuk Fulus dari Kampus

Tuesday, 06 January 2009

Sejatinya kampus merupakan tempat menyemaikan ilmu, tapi sudah banyak bukti warga kampus yang berhasil menjadi penghasil fulus . Sukatna Panca M

Ini adalah kisah imigran dari Taipei, Taiwan. Berbekal pengetahuan bahasa Inggris satu kosa kata shoe (sepatu), Jerry Yang bersama ibu dan adiknya bergi dan menetap di San Jose, California, Amerika Serikat.

Siapa pun tidak akan pernah menyangka kelak bocah asal Taiwan ini akan menjadi orang yang sangat terkenal di seantero jagad, juga menjadi salah satu miliarder dunia. Jerry Yang, si bocah imigran kelahiran 1968 ini dan karibnya satu kampus di Standford Uiversity, David Filo, adalah pendiri Yahoo!

Muasalnya, ketika kuliah program Ph.D di Electrical Engineering Standford University, kedua karib yang kecanduan menjelajah dunia maya ini seringkali mengalami kesulitan ketika mencari sesuatu di dunia maya. Tak disangka, bahkan oleh Jerry sendiri, kelak kesulitan atau problem inilah yang akan mengangkat nama dirinya dan David Pilo. Ringkasnya: kesulitan menjadi peluang atau problem menjadi solusi. Maka lahirlah Yahoo!, gurita bisnis yang kompetensinya intinya menyediakan mesin pencari di internet (search engine).

Dari sebuah trailer di Stanford University, Februari 1994, Jerry dan David mulai rajin mengumpulkan link-link dengan membuat indeks atas situs-situs web favorit mereka. Karena terlalu panjang list berupa link dari situs yang telah mereka temukan disusun menjadi kategori-kategori tertentu. Tetapi dengan jalan membagi ke dalam kategori pun ternyata link dan list mereka masih terlalu panjang sehingga mereka memecahnya lagi ke dalam sub-kategori. Inilah embrio Yahoo!

Awalnya search engine ini digunakan untuk keperluan sendiri. Namun antusiasme pengguna lain membuat Jerry dan David meminjam komputer-komputer kampus. Begitu banyaknya pengguna, jaringan di kampus menjadi sangat terbebani sehingga para pejabatnya meminta Jerry dan David menyewa server (hosting) di luar. Itulah cikal bakal Yahoo! menjadi sebuah bisnis dengan nilai miliaran dolar.

Agaknya Stanford University memang ditakdirkan sebagai universitas yang melahirkan miliarder di bidang teknologi informasi. Larry Page dan Sergey Brin, mahasiswa program Ph.D Ilmu Komputer juga tercatat sebagai pengumpul fulus ketika berhasil mendirikan mesin pencari Google yang difasilitasi oleh Profesor mereka David Cherington. Baik Larry Page maupun Sergey Brin tercatat sebagai miliarder d dunia.

Bill Gates dan Paul Allen juga mulai “berbisnis” ketika mereka duduk di bangku kuliah. Bahkan jiwa entrepreneurship Bill jauh lebih dini muncul. Ketika kelas VI ia mendapatkan nilai A untuk paper-nya yang berisi garis besar rencana masa depannya untuk membentuk Gatesway Incorporated, sebuah perusahaan yang ia ambisikan memasarkan sistem perawatan jantung ke rumah-rumah sakit. Demam kewirausahawanan ini terus berlanjut sampai ia duduk di SMU. Ketika itu dengan rasa percaya diri ia menceritakan kepada temannya, bahwa dirinya akan menjadi jutawan pada usia 20 tahun. Terbukti, di kemudian hari bersama sahabatnya yang juga kakak kelasnya di Lake Side, Paul Allen ia mendirikan Microsoft dan selama 13 kali tercatat sebagai orang terkaya di dunia.

Apa makna dari kisah-kisa di atas? Makna yang jelas-jelas tegas adalah: dunia kampus, termasuk pertemanan di dalamnya, bisa dijadikan tolak pijak untuk membangun sebuah bisnis, yang skalanya bukan gurem melainkan gurita.

Kecambah bisnis yang tumbuh di kampus itu terbukti bisa terus bertumbuh. Bahkan beberapa di antaranya menjadi pohon yang luar biasa kuat dengan buah-buah yang bisa dirasakan orang di seantero dunia.

Meskipun skalanya tidak sefenomenal kisah-kisah di atas, dan datangnya baru belakangan, kampus sebagai lahan tumbuhnya kecambah bisnis juga terjadi di Indonesia.

Di tengah kesibukan menuntut ilmu, sejumlah mahasiswa yang tersebar di beberapa kampus di Indonesia, mulai jeli menangkap peluang bisnis. Kebanyakan di antaranya justru menghasilkan gagasan bisnis baru, yang di dunia bisnis di luaran belum ada.

Tengok kisah sukses Dagadu. Waktu itu tahun 1994. Sejumlah mahasiswa Jurusan Arsitektur UGM memiliki ketertarikan yang sama terhadap dunia pariwisata. Maklumlah, Yogyakarta selain terkenal sebagai kota pelajar juga menjadi destinasi wisata pilihan bagi turis lokal dan turis mancanegara. Mereka mulai mendesain kaos dan pernak-pernik lain yang bertutur Yogyakarta. Dengan kreatifitas yang tinggi mereka menciptakan desain kaos dan menyablon kata-kata atraktif. Karena berbeda dengan desain mainstream, dengan segera produk mereka mudah dikenali konsumen. Dan sesegera pula menjadi souvenir pilihan bagi para pelancong. Sampai-sampai muncul pendapat ekstrim bahwa seseorang belum “absah” melancong ke Yogyakarta kalau belum memakai souvenir Dagadu. Karena Yogyakarta adalah Dagadu dan Dagadu adalah Yogyakarta.

Simak juga awal merebaknya distro di Bandung yang kemudian menyebar ke kota-kota besar di Indonesia. 347 Boardrider yang tercatat sebagai salah satu pionir bisnis distro di Bandung, dikomandoi Dendy Darman, yang waktu itu berstatus sebagai mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Sebagai mahasiswa kondisi keuangan Dendy tidak terlalu berlebihan. Ia hidup dengan mengandalkan uang kiriman orang tuanya, sementara ia memiliki hobi berselancar dan tergabung dalam komunitas underground. Dalam kegiatannya ia harus memakai kaos “seragam” wajib yang berasal dari luar negeri yang harganya sangat mahal untuk ukuran mahasiswa. Maka bersama empat rekannya Dendy memproduksi kaos-kaos oblong dengan gambar yang berbeda dari yang ada sebelumnya. Juga celana dan atribut surfing & skateboarding. Pada awal usahanya Dendy dan keempat rekannya memasarkan produknya kepada para komunitas mereka. Masuk pada tahun keempat, pemasarannya mereka sudah meluas. Produk-produk mereka pajang di gerai Jalan Trunojoyo Bandung. Para pelanggannya bukan hanya warga Bandung, tetapi juga warga kota-kota lainnya. Bahkan pelanggannya ada yang berasal dari Inggris, Australia, Spanyol dan Jepang.

Bisnis mahasiswa memang tidak bisa diremehkan sebagai bisnis coba-coba. Banyak di antaranya yang bisa menghasilkan omset ratusan juta per bulan. Facrullah, yang memulai usahanya ketika berstatus sebagai mahasiswa Ekonomi Universitas Sriwijaya contohnya.

Facrullah, di sela-sela kuliahnya menjalankan bisnis menjual lihab (matras khas Palembang). Dengan menjual lihab sajadah antik, bed cover lihab, lihab jok mobil dan matras, Fracrullah bisa meraih omset Rp400 juta/bulan (tahun 2005). Produknya tidak hanya diserap di Pulau Sumatra, melainkan juga merambah konsumen di Jawa, Kalimantan. Pasar luar negeri seperti Malaysia, Singapura dan Arab Saudi. Facrullah mengakui bisnis ini memang sudah ia mulai sejak duduk di bangku SMU. Namun menjadi bisnis yang besar setelah ia duduk di bangku kuliah. Sejak bergabung menjadi anggota Konsultasi Bisnis dan Penempatan Kerja (KBPK) Unsri, “jiwa bisnis saya menjadi lebih terasah.”


Zahir Internasional, perusahaan yang menyediakan software untuk decision support perusahaan, embrionya juga dibangun Fadil Basymeleh ketika masih duduk sebagai mahasiswa ITB. Kini Zahir tercatat sebagai salah satu perusahaan pembuat software papan atas di Indonesia. Berbagai penghargaan berskala nasional telah disabetnya. Pelanggannya terentang mulai dari perusahaan UMKM, perusahaan nasional sampai multinasional.

Tel-Access, salah satu perusahaan dengan para pelanggan perusahaan-perusahaan telekomunikasi terkemuka di Indonesia, dirintis oleh Boy Hidayat Lubis dan rekannya ketika mereka menjelang lulus dari ITB. Di sela-sela mengerjakan skripsinya, Boy membuat software yang pada waktu itu dimanfaatkan oleh salah satu bank terkemuka di Indonesia.

Terbukti bahwa tunas-tunas bisnis bisa diciptakan oleh para mahasiswa, di sela-sela mereka memperdalam ilmunya. Peluang selalu menghampiri mereka yang jeli. Bety Rahmawati, kini sudah lulus dari Institut Pertanian Bogor Jurusan Perikanan, melihat peluang untuk menyediakan benih ikan bawal ketika kuliahnya menginjak semester dua. Ia melihat peluang dari banyaknya petani ikan bawal di Cianjur yang kesulitan mendapatkan larva bawal. Ia rela menangguhkan uang pembayaran SPP demi menggeluti bisnis ini. Ia kemudian menjalin kerja sama dengan kakak kelasnya yang memiliki farm di Bogor untuk mendapatkan larva bawal. Keputusannya untuk menangguhkan pembayaran uang SPP tersebut ternyata tidak salah. Kini bisnis penyediaan larva bawal itu semakin besar, bahkan permintaannya bukan hanya dari petani ikan di Cianjur tetapi juga wilayah-wilayah lain. Bahkan para petani ikan di luar Jawa. “Tetapi saya lebih berkonsetrasi untuk menyediakan larva bawal untuk para petani Cianjur dan sekitarnya,” ungkap Bety beberapa waktu lalu.

Bukan hanya Bety yang memulai bisnis ketika baru menginjak semester awal di bangku kuliah. Annisa Putrinda, atau akrab dipanggil Icha, juga sudah menjalankan bisnis money changer Trend Valasindo, ketika duduk di semester awal di London school. Kini ia dengan disiplin mengatur jadwal antara menjalankan bisnis money changer dan kuliah. “Keduanya bisa dijalani dengan baik,” sebutnya.

Elang Gumilang, mahasiswa IPB, lebih fenomenal lagi. Setelah berkali-kali mencoba bisnis kecil-kecilan, akhirnya menjalankan bisnis yang lebih besar. Bisnis propertinya kini sudah bernilai belasan miliar. “Mahasiswa kalau berbisnis jangan mengandalkan otot tetapi akal,” ujarnya membagi saran sebagaimana ia mengutip saran dari dosennya tersebut.

Bisnis warga kampus ini seringkali menghasilkan produk-produk inovatif, sehingga belum ada di pasaran luas sebelumnya. Ahsan Abduh Andi Sihotang, mahasiswa Teknologi Industri IPB, bersama keempat rekannya Ary Try Purbayanto, Nadiyah Khaeriyyah, Muhammad Akhlis Mustaghfiri dan Linda Mikowati berhasil memproduksi susu jagung, di saat harga susu sapi harganya melesat seperti roket.

Susu jagung yang diberi merek O-Thanx ini pernah menyabet juara II dalam Young Entrepreneur Award 2007. Selain lebih murah dibandingkan susu sapi, susu jagung ini juga memiliki kelebihan tersendiri. Selain dapat memulihkan energi atau stamina dalam waktu relatif cepat juga bisa menjaga kesehatan mata, hati, lambung, usus dan bebas kolesterol. Kadar seratnya yang tinggi bisa memperlancar pencernaan dan kadar gulanya yang rendah sangat cocok untuk program diet. Pun bisa mengobati penyakit diabetes dikarenakan mengandung gula alami.

Saat ini O-Thanx belum masuk ke toko-toko, karena produksinya langsung habis terserap dari permintaan langsung. Tetapi pemasaran ke toko ritel dan pemasaran, sudah masuk dalam agenda ke depan. Meski masuk ke pemasaran ritel, tetapi Ahsan, tetap akan memosisikan sebagai produk eksklusif namun dengan harga yang terjangkau.

Masih dari warga kampus IPB, Feni Indah Kusumawati, Marlinda Sari, Desi Nurmasari, dan Rachmat melakukan inovasi dengan memproduksi permen berbahan baku wortel, yang diberi merek Vita Sweet. Di pasaran yang ada saat ini permen lebih banyak diartikan “monster” bagi kesehatan gigi anak-anak. Selain itu, rasa manis membuat anak-anak enggan makan sehingga asupan gizi anak-anak menjadi problem. Dengan kejelian, mereka tetap mempertahankan daya tarik sebuah permen tetapi diimbangi dengan asupan vitamin karena berbahan baku wortel. Bahkan produk yang ditargetkan untuk anak-anak ini, menurut mereka berempat juga digandrungi segmen orang-orang tua.

Kata mereka, permen ini memang menjadi alternatif jajanan sehat, sebagaimana yang tertulis dalam tagline “permen alternatif jajanan sehat.” Itu sebabnya, inovasi ini benar-benar hanya berbahan baku alami, tanpa tambahan zat kimia lainnya. Tetapi memang tidak mudah bagi mereka berempat untuk menghasilkan permen dengan rasa enak dan berbahan baku alami serta sehat. Rasa dasar wortel memang agak langu. Itulah yang menyebabkan mereka sulit untuk menemukan formula permen wortel yang rasanya enak. Baru setelah mereka berkonsultasi dengan dosen teknologi pangan, formula yang mereka inginkan bisa ditemukan.

Menilik dari kisah-kisah bisnis warga kampus tersebut maka ada beberapa benang merah yang bisa kita dapatkan. Pertama, bisnis para mahasiswa bisa berkembang menjadi bisnis yang besar karena adanya kelompok Mastermind. Yang harus dipahami mastermind di sini tidak seperti mastermind dalam melakukan persekongkolan jahat seperti membuat kerusuhan atau perampokan bank. Mastermind di sini lebih sering diartikan sebagai dalang. Mastermind dalam pengertian bisnis para mahasiswa adalah seperti definisi yang diberikan penulis terkenal Napoleon Hill: “dua atau lebih pikiran yang secara aktif bekerja bersama dengan keselarasan menuju ke suatu tujuan bersama yang jelas.”

Hampir sebagian besar bisnis mahasiswa dibangun oleh dua orang atau lebih. Jarang sekali bisnis yang dibangun sendirian. Lihat kembali sukses Dagadu, 347 Boardrider, Tell-Acces, Vita Sweet, O-Thanx dan penyedia larva bawal. Kesuksesan mereka melibat kerja bersama dari dua orang atau lebih seperti yang didefinisikan oleh Napoleon Hill. Oleh karena itu, bagi mahasiswa/mahasiswi yang ingin berbisnis sebaiknya memanfaatkan keahlian dan kemampaun dari beberapa orang sekaligus. Selain bisa menghasilkan pemikiran yang lebih baik (tentu saja dibarengi dengan produk yang lebih juga), biasanya modal atau dana bisnis mahasiswa relatif terbatas. Modal patungan mungkin setidaknya lebih bisa mengatasi persoalan tersebut.

Kedua, bisnis mahasiswa biasanya memanfaatkan jaringan lingkungan kampus saat bisnis baru dibangun. Boneka Horta (boneka yang memilki rambut yang bisa tumbuh) yang ditemukan dan diproduksi para mahasiswa IPB juga banyak dibeli oleh mahasiswa di lingkungan mereka. Vita Sweet juga lebih dulu beredar di lingkungan IPB. Demikian juga dengan susu jagung O-Thanx, awalnya dijual di lingkungan IPB, sebelum kemudian banyak menerima order dari luar lingkungan IPB.

Ketiga, bisnis warga kampus biasanya terkait dengan disiplin ilmu yang mereka geluti. Kaos-kaos dan souvenir Dagadu yang terbilang unik saat itu tak terlepas dari kemampuan para mahasiswa Arsitek UGM dalam membuat desain unik. 437 Boardrider juga tidak terlepas dari kemampuan Dendy Darman membuat desain yang ia asah di Seni Rupa ITB. Tell-Access juga masih terkait dengan disiplin ilmu yang digeluti Boy Hidayat Lubis dan rekannya di ITB. Kesuksesan software Zahir Internasional juga diberi landasan kuat oleh kompetensi Fadil Basymeleh sebagai mahasiswa ITB. Penyediaan larva ikan bawal oleh Bety juga masih terkait dengan pengetahuan Bety sebagai mahasiswi perikanan IPB. O-Thanx bisa dikembangkan secara maksimal karena Ahsan kuliah di Teknologi Industri IPB. Vita Sweet memiliki formula yang pas antara rasa yang manis selayaknya permen lain tetapi memiliki asupan vitamin karena para penemunya adalah mahasiswa dan mahasiswi yang belajar tentang teknologi pangan.

Jika ingin mengutip/menyebarluaskan artikel ini harap mencantumkan sumbernya.


"Siap pak .Majalah pengusaha oke banget."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar