Minggu, 09 Agustus 2009

Mengulik Tas Plastik, Hasilnya Ratusan Juta

Tuesday, 28 August 2007
Plastik merupakan barang multiguna. Namun masih jarang orang yang mengkreasikannya menjadi berbagai macam tas cantik, seperti yang dilakukan Robby dan istrinya. Wiyono

Air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Pepatah itu pun berlaku di dunia bisnis. Keturunan seorang pengusaha, walau dengan alasan beragam, tetapi pada umumnya lebih menyukai jalan hidup sebagai usahawan pula.
Deden Robby Firman Abadi, kelahiran Bandung 1977 mulai belajar berbisnis pada tahun 2000 saat mengurusi pemasaran CV. DePrima, yakni perusahaan orang tuanya yang bergerak dalam bidang produsen eksportir produk-produk kerajinan, khususnya wooden craft. Lalu seiring berjalannya waktu timbul keinginan memiliki usaha sendiri. “Kebetulan saya melihat adanya peluang bisnis industri pembuatan tas, khususnya tas yang berbahan baku plastik,” kisahnya.
Robby mengaku tertarik dikarenakan pada saat awal merintis usaha pada 2004 bisnis ini belum banyak dilirik. Produsen tas yang concern dengan berbahan baku plastik masih jarang sehingga peluangnya yang cukup terbuka. Tambahan pula ia banyak memperoleh dukungan dari Evi Soviati, yang kini menjadi istrinya dan memberikan seorang putri bernama Kayla. Walau cuma belajar secara otodidak, Evi mahir mendesain aneka tas untuk diproduksi dengan memakai merek dagang Eview. Jenis-jenis produk hasil kreasinya meliputi bermacam-macam tas, ransel (back pack), tempat kosmetik (beauty case), tempat pensil, dompet, tempat koin, dan sarung hand phone. “Selain itu saya juga memproduksi berbagai macam tas dengan model sesuai permintaan atau pesanan,” ungkap Robby.

Lulusan Teknik Informatika itu menyebutkan modal awal yang digunakan untuk menjalankan usaha tidak terlalu besar, hanya Rp 1 juta. Ternyata perkembangan usahanya lumayan bagus. Hingga saat ini aset perusahaan sudah menjadi Rp 150.000.000,00 dengan omset berkisar Rp 125.000.000,00 per bulan. Jumlah total karyawan produksi sebanyak 30 orang, sementara istrinya dengan posisi sebagai product designer serta dibantu oleh saudara adik laki-lakinya, menjadi manager di workshop miliknya.
Sedangkan kapasitas produksi keseluruhan sekitar 10.000 pcs setiap bulan terdiri dari berbagai item. Produksi tidak dilakukan secara kontinyu melainkan dikerjakan berdasarkan permintaan atau by order. Model atau desainnya dibuat sesuai katalog yang telah disediakan dan costumer tinggal menentukan pilihan yang cocok untuk dipasarkan oleh mereka. Penawaran harga antara lain, tempat koin rata–rata Rp 2.500,00, tempat kosmetik Rp 8.000,00-Rp 11.000,00, dompet Rp 10.000,00-Rp 13.000,00, tas Rp 15.000,00-Rp 20.000,00, tempat pensil Rp 5.000-Rp 10.000,00, back pack Rp 30.000,00, dan sarung hand phone Rp 5.000,00-Rp 7.500,00.

Untuk strategi pemasaran Robby mengaku lebih senang concern pada soal produksi saja. Sehingga ia membuka pintu jikalau terdapat mitra yang ingin bekerjasama untuk membantu pemasaran produk. Meskipun produk baru meliputi pasar lokal, selain Jawa, produk tas berbahan plastik Robby sudah masuk terutama kota-kota besar di Sumatera, Bali dan Sulawesi. “Mengenai bentuk kerjasamanya sendiri seperti apa bisa dibicarakan nanti,” ujarnya.
Selain kemudahan memperoleh pasar , duet Robby dengan istrinya tersebut bahkan tidak menemui kendala berarti baik mengenai perolehan bahan baku maupun produksi. Bahan baku plastik berjenis khusus diperoleh dari supplier. Selanjutnya begitu sebuah model jadi dibuat langsung masuk ke bagian pola, cutting, dan penjahit. Artinya kendala yang dialami saat ini hanyalah kendala-kendala normal yang biasa ditemui dalam bisnis manufaktur. Seperti misalnya satu kekurangan yang dialami dikarenakan sampai sekarang ia belum memiliki workshop yang representatif. “Padahal saya berniat untuk melakukan ekspansi pasar tidak hanya di pasar nasional tapi juga ke pasar internasional,” tukasnya.

Kendala yang dia rasakan justru datang ketika pihak berwenang yang terkait masih memandang sebelah mata terhadap produknya. “Salah satu contohnya adalah produk saya ini belum pernah diberi fasilitasi promosi oleh Dinas Teknis tempat bisnis saya ini berdomisili. Sampai saat ini Pemda setempat hanya memberikan fasilitasi kepada produk-produk lain yang sebetulnya dari segi prospek bisnis maupun daya serap tenaga kerjanya jauh lebih sedikit dari produk saya ini,” sesalnya.

Ini terjadi, menurutnya karena produk tas dengan bahan baku plastik belum sepopuler produk-produk lain seperti produk fashion pada umumnya. Sehingga kalaupun produk saya ini diberi kesempatan untuk tampil dalam sebuah event pameran posisinya tidak lebih hanya sebagai supporting product untuk mengisi sela-sela rak yang kosong di dalam booth. Padahal kalau boleh jujur sebenarnya prospek pasar yang dimiliki tidak kalah.
sumber majalah pengusaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar