Sabtu, 14 Agustus 2010

Nikmatnya Shalat Subuh

Tuesday, 25 May 2010 11:34 H Amin Santoso
E-mail Print PDF

Saya pernah berbincang-bincang dengan beberapa kawan masalah shalat Subuh. Salah seorang dari mereka berkata “Alhamdullilah, saya keluar rumah pada pagi hari setelah shalat Subuh”. Dengan sambil lalu saya bertanya “Kapan Anda bangun tidur ?” “Kira-kira jam 06.00, pertama kali yang saya lakukan adalah wudhu dan shalat Subuh.” Saya menimpali perkataannya, “Astaghfirullah, itu sudah lewat waktu Subuh…” Dia berkata, “Apa maksud Anda? Bukankah waktu setiap shalat itu sejak awal waktu datangnya shalat sampai datang shalat berikutnya?” Saya menjawab, “Apa yang Anda katakan memang berlaku untuk waktu semua shalat, kecuali shalat Subuh.”

Betapa mengherankannya perkataan teman saya itu dan alangkah menyedihkan kenyataan ini. Masih banyak saudara kita yang belum tahu kapan waktu shalat Subuh yang benar. Sungguh memprihatin-kan sebagian kaum muslimin merasakan betapa beratnya shalat Subuh itu, tapi bagi mereka yang sungguh-sungguh dan khusyuknya kewajiban shalat Subuh menjadi suatu hal yang sangat nikmat dilakukan.

Sesungguhnya Rasulullah telah mengingatkan kita dengan haditsnya:“Waktu shalat Subuh dari terbit fajar sampai matahari terbit” (HR. Muslim). Dalam hadits yang lain, Rasulullah juga pernah menyampaikan bahwa “Amal yang paling dicintai Allah Ta'ala adalah shalat (tepat) pada waktunya. “ Kemudian Abdullah bertanya, “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab “Berbuatlah baik kepada orang tua” Abdullah bertanya lagi “Kemudian apalagi?” Rasulullah menjawab,“Jihad Fi Sabillilah.” (HR. Bukhari Muslim)

Marilah kita merenungi, bagaimana Rasulullah mendahulukan shalat tepat pada waktunya, daripada berbuat baik kepada orang tua yang begitu besar pahalanya. Dan bagaimana beliau lebih mendahulu-kannya atas jihad fi sabillilah yang merupakan puncaknya Islam.

Shalat Subuh dapat digunakan sebagai takaran keimanan seseorang, jika seorang Islam melakukan shalat Subuh berjamaah di masjid Insya Allah imannya sudah benar. Jika seorang Islam enggan atau berat melaksanakan shalat Subuh berjamaah di masjid, kesungguhan keimanannya perlu dipertanyakan, bahkan Rasulullah memasukan dirinya sebagai orang munafik (HR Ahmad dan HR Bukhari-Muslim).
Perhatikan hadits berikut. Rasulullah bersabda: “Sesungguh-nya shalat yang paling berat bagi seorang munafik adalah shalat Isya' dan shalat Subuh. Sekiranya mereka mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, niscaya mereka akan mendatangi keduanya sekalipun dengan merangkak. Sesungguhnya aku ingin menyuruh melaksanakan shalat, lalu shalat itu ditegakkan, kemudian aku perintahkan seseorang untuk mengimami shalat bersama orang-orang. Kemudian beberapa lelaki berangkat bersamaku dengan membawa kayu terikat, mendatangi suatu kaum yang tidak menghadiri shalat berjamaah, sehingga aku bakar rumah mereka”. (HR Bukhari dan Muslim). Di dalam sebuah riwayat shahih bahwa Ibnu Umar ra. pernah berkata, “Ketika kami tidak melihat seseorang dalam shalat Subuh atau Isya', kami langsung berprasangka buruk kepadanya.” Ini wajar, mengingat shalat-shalat lain selain Subuh dan Isya' bisa dilakukan oleh seseorang dengan mudah karena memang waktunya bertepatan dengan saat bekerja dan terjaga. Oleh karena itu tidak ada yang mampu konsisten menjaga shalat Isya' dan Subuh secara berjamaah selain orang beriman yang diharapkan ada kebaikan muncul darinya.

Inilah ujian yang berat sesungguhnya bagi orang mukmin, tetapi bukan hal yang tidak mungkin untuk dilaksanakannya, yaitu: shalat Subuh berjamaah di masjid. Nilai tertinggi dalam ujian ini adalah bagi seorang laki-laki, shalat Subuh secara rutin berjamaah di masjid. Adapun, bagi seorang perempuan, melaksanakan shalat Subuh tepat pada waktunya di rumah. “Janganlah kalian melarang wanita-wanita kalian shalat di masjid. Sedangkan shalat mereka di dalam rumah adalah lebih baik. (HR. Abu Dawud)

Apabila Rasulullah meragukan keimanan seseorang, maka beliau menelitinya pada saat shalat Subuh. Apabila beliau tidak mendapatinya, maka benarlah apa yang beliau ragukan dalam hati.

Banyak keutamaan-keutamaan yang ada pada pelaksanaan shalat Subuh. Salat sunnah sebelum shalat Subuh pun pahalanya sangat besar. Rasulullah saw. mengatakan bahwa shalat sunah 2 rakaat sebelum Subuh nilainya lebih besar dari pada dunia seisinya (HR. Bukhari-Muslim). Nilai untuk hal tersebut di dapat jika shalat tersebut dilaksanakan di awal waktu, bukan hanya sekedar shalat sunah sebelum shalat Subuh.

Selain itu banyak juga orang yang sukses hidupnya di dunia karena dia mulai aktivitas hariannya ketika masih banyak orang yang lelap tidur. Keberhasilan pengusaha-pengusaha baik muslim maupun non muslim banyak yang dirintis dengan bekerja sekitar sepertiga malam yang terakhir. Bagi pelajar, waktu-waktu tersebut sangat ideal untuk belajar. Memang pada saat itulah Allah memberi rezeki dan barakah bagi siapa saja yang mau menjemputnya.

Orang-orang yang benci Islam, seperti orang Yahudi atau Bani Israil paham akan kekuatan shalat Subuh. Mereka yakin kekuatan Islam tidak akan mengalahkan mereka selama shalat Subuh orang Islam belum seperti shalat Jum'at. Jadi, selama masjid-masjid belum penuh untuk berjamaah Subuh seperti ramainya shalat Jum'at, musuh-musuh Islam masih merasa aman. Karena itulah mereka berupaya agar orang-orang Islam tidak mampu shalat Subuh tepat waktu di masjid. Dibuatlah acara-acara hiburan hingga larut malam. Tujuannya agar orang Islam yang menikmati hiburan itu terlambat bangun.

Orang munafik tidak tahu kebaikan yang terkandung dalam shalat Subuh berjamaah. Sekiranya mereka tahu kebaikan yang ada didalamnya, niscaya mereka akan pergi. Inilah nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah shalat Subuh. Dan seorang muslim yang ideal adalah mereka yang bangun sekitar setengah jam sebelum dikumandangkannya adzan Subuh. Dia berwudhu untuk shalat tahajjud, banyak beristighfar, dan membaca Al-Qur'an. Setelah terdengar adzan Subuh dia shalat dua rakaat kemudian ke masjid untuk shalat Subuh. Karena itu seharusnya seorang muslim dikatakan bangun tidur kesiangan adalah ketika terdengar adzan Subuh. (As)

Jumat, 13 Agustus 2010

Menghilangkan sikap malas

Senin, 28 Juli 2008


Sikap malas adalah salah satu bentuk penyakit rohani, di mana Rasululah saw. memerintahkan umatnya untuk selalu berdo’a dan berlindung agar terhindar darinya. Sebagainya disebutkan dalam haditsnya
اللهم إني أعوذبك من الهم والحزن وأعوذبك من الجبن والبخل وأعوذبك من العجز والكسل وأعوذبك غلبة الدين وقهر الرجال
Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari sikap takut dan rusuh, dari sikap penegcut dan kikir, dari sikap lemah dan malas, dari sikap lililatan hutang dan desakan orang lain.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Namun demikian, masih ada sebagian manusia yang cenderung bersikap malas. Hal ini disebabkan, bahwa sikap malas adalah salah satu upaya dan strategi syaithan untuk menjerumuskan manusia dari jalan Tuhan. Syaithan menanamkan dan menumbuhsuburkan khayalan dan angan-angan kosong dalam hati dan fikiran setiap manusia agar dia menjadi pemalas. Malas akan menjadikan manusia miskin, dan miskin membuat manusia dekat dekat dosa, ma’siat dan kekukufuran. Itulah yang diingtkan Allah dalam surat an-Nisa’ [4]: 120
يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلَّا غُرُورًا
Artinya: “Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.”
Begitu juga dalam surat al-Baqarah [2]: 268 Allah swt berfirman, “Syaithan menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat keji, dan Allah menjanjikan kamu ampunan dan karunia dari sisi-Nya dan Allah Maha Luas Karunia-Nya lagi Maha Mengetahui”.
Seseorang menjadi pemelas, secara umum disebabkan oleh kurangnya semangat atau girah hidup. Dan ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang menjadi kurang gairah dan semangat. Dengan mengetahui hal-hal tersebut, sikap malas akan bisa diatasi. Di antara penyebab seseorang kurang semangat adalah;
Pertama, tidak memiliki harapan atau cita-cita. Harapan atau cita-cita menjadi penting sebagai sesuatu yang akan mengarahkan hidup seseorang. Ibarat berlayar di tengah lautan, di mana semangat dan kesungguhan dalam mengayuh perahu akan selalu ada, jika ada pulau yang hendak di tuju. Jika berlayar tanpa tujuan atau pulau yang hendak dicapai, tentulah tidak akan ada semangat dalam mengayuh perahu. Begitulah pentingnya cita-cita dalam menumbuhkan gairah dan semangat. Dan cita-cita baru bernama cita-cita jika dibarengi dengan usaha dan kesungguhan untuk mewujudkannya. Jika tidak ada usaha dan kesungguhan untuk mencapainya, maka itu baru bernama khayalan atau angan-angan. Dan angan-angan atau khayalan bukannya akan menjadikan manusia rajin, namun sebaliknya akan membuat manusia menjadi pemalas.
Oleh karena itu, jika ingin menghapus sikap malas dan bersemangat menghadapi sesuatu, maka sebelum melakukannya perlu ditetapkan tujuan dan harapan yang hendak dicapai. Apakah nanti akan terwujud atau tidak, disitulah letaknya tawakkal kepada Allah. Karena, bagaimanapun keputusan akhir tetap berada “di tangan” Allah. Namun demikian, tentulah Dia tetap akan memberlakukan sunnah-Nya yang sudah ditetapkan untuk makhluk-Nya, bahwa yang rajin dan bersungguh sungguh akan memperoleh bagian dari usahanya.
Kedua, timbulnya sikap bosan dan jemu terhadap sesuatu. Sikap bosan dan jemu ini kemudian berdampak kepada munculnya dalam diri seseorang sikap kurang semangat serta hilangnya gairah dan akhirnya berujung pada munculnya sikap malas. Adalah fitrah setiap manusia jika dia dihinggapai rasa bosan dan jemu dalam menghadapi sesuatu, jika hal itu dilakukan dengan kaku dan menoton tanpa adanya variasi. Bukankah bani Israel pernah diberi makanan yang sangat istimewa dari sorga, namun mereka merasa jemu dan bosan karena yang dimakan hanya satu jenis saja, sehingga mereka minta variasi yang lain sekalipun nilainya lebih rendah dari yang pertama. Begitulah yang disebutkan dalam surat al-Baqarah [2]: 61
وَإِذْ قُلْتُمْ يَامُوسَى لَنْ نَصْبِرَ عَلَى طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ مِنْ بَقْلِهَا وَقِثَّائِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُوا مِصْرًا فَإِنَّ لَكُمْ مَا سَأَلْتُمْ…
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta…”
Dengan demikian, untuk menghilangkan rasa jemu dan bosan dalam diri manusia yang berdampak pada munculnya sikap malas, perlu kiranya manusia menciptakan pola hidup variatif. Janganlah terpaku dan menoton pada satu kegiatan, satu bentuk, satu cara dan sebaginya. Dengan membuat pola hidup bervariasi, maka akan hilanglah rasa jemu dan muncullah kesegaran dalam melakukan sesuatu.
Allah swt. juga mengajarkan dalam banyak ayat-Nya di dalam al-Qur’an pola hidup variatif. Misalnya, Allah berfirman dalam surat an-Nahl [16]: 69
ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.”
Selanjutnya dalam surat ar-Ra’d [13]: 4
وَفِي الْأَرْضِ قِطَعٌ مُتَجَاوِرَاتٌ وَجَنَّاتٌ مِنْ أَعْنَابٍ وَزَرْعٌ وَنَخِيلٌ صِنْوَانٌ وَغَيْرُ صِنْوَانٍ يُسْقَى بِمَاءٍ وَاحِدٍ وَنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ فِي الْأُكُلِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Artinya: “Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.”
Begitu juga dalam surat Fathir [35]: 27
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ ثَمَرَاتٍ مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهَا وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيضٌ وَحُمْرٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهَا وَغَرَابِيبُ سُودٌ
Artinya: “Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.”
Dalam surat Ali ‘Imran [3]: 191 Allah swt. juga berfirman
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ…
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring….”
Begitulah hidup variatif digambarkan Allah swt, sehingga untuk satu jenis minuman pun mesti diciptakan warna yang beranekaragam. Jika manusia meminum satu jenis makanan dan minuman saja, tentulah dia akan merasakan jemu dan bosan. Oleh karena itulah, Allah menciptakan aneka jenis minuman dengan berbagai warna dan rasa.
Begitu juga halnya dengan pohon-pohon yang ada di bumi, sebagiannya bercabang dan sebagian yang lain tidak bercabang. Andaikata semua pohon yang ada di bumi ini bercabang atau semuanya tidak bercabang, tentulah mata manusia akan bosan dan jemu memandangnya. Keindahan baru terasa, karena pohon-pohon diciptakan Allah dalam bentuk dan ukuran yang sangat bervariasi. Begitu juga dengan bukit-bukit, buah-buahan, bunga-bungaan dan sebagainya. Semuanya diciptakan dalam keadaan bermacam-macam, baik bentuk, ukuran, warna, rasa dan sebagainya. Semua itu tentu saja bertujuan agar manusia tidak mengalami kejemuan dan kebosanan yang berdampak kepada hilangnya gairah dan semangat manusia.
Begitu juga hendaknya manusia dalam beraktifitas, semestinya dia menciptakan beberapa variasi. Membaca misalnya, ketika bosan dalam keadaan duduk cobalah berdiri atau sambil berjalan atau bahkan sambil tidur. Ketika bosan belajar di kampus atau di dalam ruangan cobalah di tempat terbuka atau ke tempat-tempat yang menyenangkan seperti pinggir pantai dan sebagainya. Begitu juga, hendaklah manusia membagi waktunya dengan beberapa aktifitas. Seperti ada waktu belajar, waktu beribadah dan berzikir, waktu beristirahat, waktu bermain dan seterusnya. Sehingga, dia tidak menoton dalam satu pekerjaan yang pada akhirnya membuatnya bosan dan malas.
Ketiga, mengutamakan dan menyibukan diri dengan hal-hal yang kecil dan sepele. Jika manusia memiliki target dan tujuan yang rendah dalam hidupnya, maka kecenderungan manusia tersebut akan menjadi pemalas dan puas dengan sesuatu yang kecil. Kenapa sebagian siswa kurang bersemangat dan malas dalam belajar? Sebab, sebagian mereka hanya punya target sampai naik kelas saja, atau sampai nilainya mencapai rata-rata enam saja. Akan berbeda keadaannya dengan siswa yang memiliki terget menjadi juara satu atau juara umum di sekolahnya. Terget yang tinggi akan membuat seseorang bersemangat dan giat dalam berusaha.
Kita bisa lihat fenomena sebagian masyarakat bangsa ini yang sebagian besarnya adalah miskin dan cenderung pemalas. Sebabnya adalah karena sudah tertanam target hidup dalam masyarakat Indonesia, yaitu “cukuplah kita mendapatkan makan tiga kali sehari”. Tentu saja akan berbeda dengan orang-orang yang hidup di negara-negara maju yang memiliki target hidup menjadai penguasa dunia, baik secara politik mapun ekonomi.
Dengan demikian, untuk menghilangkan kurang gairah dan semangat dalam diri manusia serta sikap malas, perlu setiap manusia memiliki target besar dalam hidupnya. Sehingga, target yang besar ini akan mendorongnya berbuat yang besar pula dengan penuh semangat dan kesungguhan.
Dalam sebuah kisah dituturkan, bahwa Ibn Thulun seorang penguasa dinasti Thuluniyah (sebuah dinasti Islam di Mesir yang berdiri pada tahun 837-903M) memiliki seorang anak laki-laki yang sangat pemalas. Setiap hari kerjanya hanyalah bermain, tidur, dan makan berbagai jinis makanan. Hobinya yang selalu mengisi perutnya dengan penuh turut mendorongnya menjadi pemalas. Ibn Thulun menjadi resah melihat sikap anaknya yang merupakan putera tunggal pewaris tahta kerajaan. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan anaknya nanti terhadap kerajaan dan rakyatnya, jika dia berkuasa dengan kebodohan dan sikapnya yang tidak terpuji tersebut.
Maka berniatlah Ibn Thulun memanggil seorang ulama terkenal untuk datang ke istana dan menjadi guru bagi anaknya. Dia kemudian memberitahukan anaknya bahwa setiap hari sehabis maghrib dia harus belajar di istana. Pada hari yang ditentukan datanglah ulama tersebut ke istana Ibn Thulun. Sesampainya sang guru di istana Ibn Thulun memerintahkan salah seorang pegawainya untuk menjemput anaknya yang sedang berada di rumah. Dia berbepesan kepada pegawainya, jika nanti anaknya meminta izin makan terlebih dahulu jangan diberi izin. Hendaklah anak itu dibawa dalam keadaan belum makan.
Sesuai perintah Ibn Thulun, berangkatlah pegawai tersebut menjemput anaknya yang berada di rumah. Sesampainya di rumah pegawai tersebut menyampaikan perintah Ibn Thulun kepada anaknya agar sesegera mungkin ke istana. Seperti yang diperkirakan Ibn Thulun, anaknya itu meminta izin makan terlebih dahulu. Namun, pegawai itu menolak dan mengatakan bahwa makannya di istana saja nanti. Maka berangkatlah anaknya itu bersama pegawai istana menuju Ibn Thulun yang sudah menunggu mereka.
Selesai shalat maghrib, sang guru mulai membuka pelajaran untuk putera ibn Thulun. Beberapa waktu berlalu, anaknya merasakan lapar sudah mengerogoti perutnya, dia mulai gelisah karena belum ada tanda-tanda akan berakhir pelajaran dan datangnya makan malam. Ibn Thulun terus memperhatikan kedaan anaknya yang sudah gelisah karena tidak sanggup menahan rasa lapar. Ibn Thulun memberikan isyarat kepada sang guru agar pelajaran terus dilanjutkan tanpa menghiraukan kondisi puteranya.
Putera Ibn Thulun sudah benar-benar tidak kuasa lagi menahan lapar, dan Ibn Thulun menyadari akan hal itu. Maka, dia memberikan isyarat kepada seorang pegawainya untuk mendatangkan makanan berupa satu panci nasi putih dengan di beri kol yang sudah direbus di atasnya. Melihat nasi yang berada di dalam panci dan kol yang direbus, putera Ibn Thulun langsung menghentikan pelajarannya dan makan sepuasnya. Tidak beberapa lama, nasi yang ada di dalam panci itupun habis dan dia pun terduduk lemas kekenyangan.
Setelah lima menit kemudian, datanglah beberapa jenis makanan yang sangat enak dan lezatnya. Bahkan, sebagian makanan itu belum pernah dirasakan oleh putera Ibn Thulun sebelumnya. Ibn Thulun bersama sang guru pun menyantap makanan yang begitu lezat tersebut dengan nikmatnya. Sementara putera Ibn Thulun hanya bisa melihat dan menyaksikan ayah dan gurunya dengan penuh penyesalan. Sebab, dia tidak bisa makan lagi karena perutnya sudah terisi penuh, sehingga tidak ada celah lagi yang bisa di isi.
Setelah selesai makan, Ibn Thulun berkata kepada anaknya, “Anakku, hal inilah sebenarnya yang ingin ajarkan kepada engkau. Janganlah engkau mengutamakan dan menyibukan diri dengan hal-hal yang kecil dan sepele. Seluruh makanan ini, saya sediakan untukmu jika saja engkau bisa sabar dan menahan diri agak “lima menit” saja. Akan tetapi, engkau tidak bisa menahan diri melihat nasi putih dan kol yang direbus tadi. Sebenarnya engkau berhak memperoleh dan mendapatkan yang lebih hebat dari apa yang telah engkau makan tadi, jika engaku mau berjuang menahan keinginanmu yang rendah”.
Ibn Thulun kemudian melanjutkan perkataannya, “Anakku, saya tidak melarang engkau bermain, tidur, makan dan sebagainya. Namun, janganlah hal-hal yang rendah itu engkau jadikan tujuan hidupmu. Engkau harus belajar dan menambah pengalaman, karena itu jauh lebih berarti untuk masa depan dan kebahagianmu”. Putera Ibn Thulun menyadari kesalahannya dan muali saat itu, dia menjadi anak yang rajin dan giat belajar dan bekerja.
Diposkan oleh syofyan di 22.09


syofyan
syofyan hadi,SS, M.Ag. dosen sastra arab pada fakultas adab iain imam bonjol padang. lahir di janjang kambing, solok selatan, 2 juli 1980.

Jumat, 06 Agustus 2010

Kembali tentang the secret?

Pertanyaan Terselesaikan



setelah membaca buku the secret dan melihat dvdnya ada beberapa pertanyaan yang ingin saya ajukan:

Bagai mana Islam melihat isi buku ini?? apakah buku ini mengajarkan syirik ?? buku ini mengajarkan kita untuk selalu berfikiran positif dan meyakini apa yang kita harapkan pasti terkabul hanya dengan membayangkannya dan berbahagia ketika proses pembayangan...dengan demikian alam akan bekerja untuk mengabulkan apa yang kita harapkan....

Dengan aggapan alam akan negabulkan apa yang kita harapkan, menurut islam apakah ini sama dengan menduakan Allah??

Mohon teman teman semuanya memberikan bimbingannya, semoga Allah membalas kebaikan teman teman.

PS:I like this book, since it teach us a lot of positive attitude to overcome the problems, however when it also teach you to set asides God power, I will say no to it

* 2 tahun lalu






Jawaban Terbaik - Dipilih oleh Penanya
Bismillaah, Ar-Rahmaan, Ar-Rahiim

Adalah suatu kesombongan dan kemunafikan bahkan dapat disamakan "mencuri" jika "menggunakan sesuatu" milik apa yang tidak kita percayai. Sistem alam ini memang sangat-sangat canggih diciptakan oleh Allah Tuhan Maha Pencipta. Setelah diciptakan, sistem alam ini akan bekerja secara otomatis berdasarkan "trigger-event" sebagai penyebab dan akan menghasilkan suatu akibat tertentu sesuai ketetapan Allah.

Bekerja atau berusaha dan membayangkan suatu keberhasilan dari usaha yang dilakukan adalah sebuah bentuk "trigger-event" yang akan memicu suatu prosedur di dalam sistem alam ini bekerja.

Jika Anda mau atau siapa pun bisa melakukan pemberian trigger-event tertentu untuk membangkitkan suatu prosedur tertentu akan bekerja dan menghasilkan sesuatu. Dan bila hanya itu yang engkau butuhkan, engkau akan mendapatkannya seperti apa yang engkau harapkan.

Tapi jika engkau memintanya kepada pemilik sistem itu dengan cara yang santun, engkau akan mendapatkan lebih dari itu : akan diberikan tidak hanya di bumi ini, tetapi akan diberikan juga ketika engkau berada di alam berikutnya.

Apakah engkau benar-benar beriman hanya kepada Allah sebagai pemilik alam semesta ini, juga tentang adanya alam akhirat, dan juga engkau selalu bekerja dan beramal saleh hanya untuk Allah, maka jangan abaikan Allah dengan cara seperti itu. Kesenanganmu yang engkau dapat di bumi tidak akan mengobati kesengsaraanmu di alam berikutnya kelak.

Marilah kita simak pesan Allah berikut ini:

"Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan [Maksudnya: apa yang mereka usahakan di dunia itu tidak ada pahalanya di akhirat.]". (QS 11:15-16)

Xin Yan, hati-hati dengan iming-iming berbagai hal yang tampaknya baik, tapi sesungguhnya menyesatkan.

Maaf ya, kalau jawabannya belum memuaskan. Jika butuh nasehat khusus dari saya, silahkan hubungi saya via e-mail atau Yahoo Messenger atau Windowslive Messenger.

As-Salaamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Haji Syaifuddin Ma'rifatullah - Medan/
e-mail / Instant Messenger :
dakwah.geo@yahoo.com
dakwah.geo@windowslive.com
SMS : 085275670043
materi referensi:
(Al-Quran Surat 11:15-16)